Senin, 07 April 2014

Tafsir Ilmy - Mengungkap Kemukjizatan Ilmiah Al-Qur'an

TAFSIR  ILMI
BAB  I
PENDAHULUAN
I.1   LATAR  BELAKANG  MASALAH
I.1.1  Al-Qur’ân Sebagai Sumber Ilmu
Al-Qur’ân sebagai pedoman hidup umat manusia dari Allah SWT, sudah seharusnya mengandung petunjuk, jalan, cara dan pola hidup di dunia. Sedangkan manusia yang pada awalnya tidak mengetahui apa-apa tentang kehidupannya, dituntut untuk bisa dan mampu menjalani, dan memenuhi kebutuhan kehidupannya sendiri. Namun sebagai mahluk sosial, manusia pun dituntut untuk tidak mengganggu kepentingan manusia lainnya dalam pemenuhan kebutuhan tersebut. Sehingga kehadiran Al-Qur’ân diharapkan menjadi aturan yang dapat menertibkan kehidupan seluruh manusia di dunia sebagai upaya pengabdian kepada tuhan-Nya ---yang pada ahirnya menjadi syarat untuk hidup layak di aherat---.
Al-Qur’ân datang dengan petunjuk yang sempurna untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Hal ini meliputi perbaikan akidah, ibadah, akhlak, fanatisme suku, politik ekonomi dan peran wanita. Ia juga hadir untuk membebaskan akal pikiran, mencegah paksaan dan kesemena-menaan dalam soal agama. [1]
                Segala petunjuk yang ada dalam Al-Qur’ân tersebut haruslah diketahui dan menjadi pengetahuan atau ilmu bagi manusia. Karena keterbatasan akal manusia, ilmu-ilmu yang ada dalam Al-Qur’ân tidaklah bisa langsung difahami seluruhnya ---walaupun sebetulnya semua ilmu yang ada Al-Qur’ân itu hanya sebagian kecil yang Allah berikan [2]---.
Keterbatasan manusia dalam menggali ilmu-ilmu Al-Qur’ân tidak lepas dari perbedaan pemahaman makna, pengetahuan rahasia-rahasia dan pengamalan apa yang terkandung di dalamnya. Sejalan dengan itu maka bermunculanlah tafsiran-tafsiran Al-Qur’ân yang berbeda-beda pula sesuai dengan keilmuan masing-masing ahli tafsir, jaman dan tempat tinggal dimana mereka hidup.
Al-Qur’ân al-Karim turun sedikit demi sedikit selama sekitar 22 tahun lebih. Ayat-ayatnya berinteraksi dengan budaya dan perkembangan masyarakat yang dijumpainya. Kendati demikian, nilai-nilai yang diamanahkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Mufasir dituntut untuk bisa menjelaskan nilai-nilai tersebut sesuai dengan perkembangan masyarakatnya sehingga Al-Qur’ân dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk, pemisah antara hak dan batil serta menjadi jalan keluar bagi setiap problema kehidupan yang dihadapi. Mufasir dituntut pula untuk menghapus kesalahpahaman terhadap Al-Qur’ân atau kandungan ayat-ayatnya sehingga pesan-pesan Al-Qur’ân dapat diterapkan dengan sepenuh hati dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. [3]
Pandangan yang menganggap Al-Qur’ân sebagai sebuah sumber seluruh pengetahuan ini bukanlah sesuatu yang baru, sebab kita mendapati banyak ulama besar kaum muslim terdahulu pun berpandangan demikian. Di antaranya adalah imam al-Ghazali. Dalam buku Ihya’ Ulumuddin, beliau mengutip kata-kata Ibnu Mas’ud: “jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan pengetahuan modern, selayaknya dia merenungkan Al-Qur’ân”. Selanjutnya beliau menambahkan “ringkasnya, seluruh ilmu tercakup di dalam karya-karya dan sifat-sifat Allah, dan Al-Qur’ân adalah penjelasan esensi, dan sifat-sifat dan perbuatan-Nya”. Tidak ada batasan terhadap ilmu-ilmu ini dan di dalam Al-Qur’ân terdapat indikasi pertemuannya (Al-Qur’ân dan ilmu-ilmu).[4]
I.1.2  Lahirnya Tafsir Ilmi
Penafsiran ilmiah dari ayat-ayat Al-Qur’ân dimulai sejalan dengan dibukanya pintu ijtihad, itulah makanya Tafsir ilmi termasuk pada klasifikasi Tafsir ar-Ra’yi karena dalam penyampaiannya sedikit banyak menggunakan akal/rasio dan Ijtihad. Seperti diketahui, tafsir ar-Ra’yi  muncul di saat syari’at Islam bersinggungan dengan perkembangan ilmu-ilmu dan  filsafat Yunani yang mendahulukan akal.
Sejak kemunculan Islam dari tanah arab, semangat penaklukan muslim dan antusiasme yang menggiringnya untuk menggali dan memanfaatkan kekayaan intelektual dan perdagangan yang menanti di setiap komunitas yang mereka taklukan, telah mendorong kaum muslimin untuk melampaui perkembangan teknologi praktis. Masa tersebut betul-betul terpampang bagi kemajuan intelektual, seni, dan ilmiah yang dicapai diseluruh ranah Islam pada masa antara tahun 800 hingga 1600 Masehi. [5]
Ketika kaum Muslim menaklukan Bizantium, di abad ke-8 para pemimpin dan cendikiawan Muslim menemukan perpustakaan yang menyimpan naskah-naskah keberhasilan sains Yunani dari abad ke-4 sebelum Masehi sampai abad ke-2 setelah Masehi.[6]  Kemajuan sains islam pada beberapa abad permulaan, ditandai dengan banyaknya perpustakaan-perpustakaan dan pusat-pusat belajar di timur dan barat. Berdirinya Bayt al-Hikma yang tumbuh subur pada masa Abasiyah Baghdad abad ke-9 yang merupakan pusat pendidikan, penelitian kesarjanaan husus. Di Kordoba (Spanyol) di bawah kepemimpinan Umayyah, didirikan pula pusat-pusat pendidikan, yang menarik para pelajar dan sarjana dari seluruh wilayah Islam. Pada abad ke-10, Kairo yang berada di bawah pemerintahan dinasti Fatimiyah memiliki salah satu perpustakaan yang 40 ruangannya berisi ribuan karya-karya sain kuno. Pada abad inilah al-Azhar dan madrasah-madrasah didirikan sebagai sekolah pelatihan bagi para ahli ibadah. [7]
Pada jaman keemasannya, Islam mengalami perluasan dan perkembangan ke berbagai daerah, sehingga terjadi pula perkembangan pengetahuan keislaman dengan berbagai macam dan ragamnya. Demikian pula para ulama semakin mendalami ilmu-ilmu yang ditekuninya yang ditandai dengan munculnya berbagai hasil karya ilmiah mereka, termasuk tafsir Al-Qur’ân dengan berbagai macam corak dan orientasi sesuai dengan latar belakang ilmu mereka. [8]
Keilmuan dan kemampuan  para penafsir yang bertingkat-tingkat mengakibatkan apa yang dicerna atau diperoleh oleh mereka pun bertingkat-tingkat. Kecenderungan setiap penafsir pun berbeda-beda sehingga apa yang dihidangkan dari pesan-pesan ilahi dapat berbeda antara yang satu dan yang lainnya. Jika si Fulan memiliki kecenderungan hukum, maka tafsirnya berbicara tentang hukum, Kalau kecenderungannya itu filsafat, maka tafsir yang dihidangkannya bernuansa filosofis. Kalau studi yang diminatinya adalah bahasa, maka tafsirnya banyak berbicara  tentang aspek-aspek kebahasaan. [9]
Tidak terkecuali, jika si penafsir menguasai bidang ilmu kekinian atau mengenal temuan-temuan ilmiah terkini, maka tafsir yang disajikannya akan sedikit banyak membahas korelasi antara ayat-ayat Al-Qur’ân dengan temuan-temuan ilmiah.  Dengan begitu, kelahiran tafsir ilmi dalam diskursus tafsir Al-Qur’ân adalah suatu hal yang wajar, kalau bukannya sebuah keniscayaan sejarah.[10]
Husain Al-Zahabiy, dalam Al-Tafsir wa Al-Mufassirun mengemukakan bahwa corak penafsiran ilmiah ini telah lama dikenal. Benihnya bermula pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma'mun (w. 853 M), akibat penerjemahan kitab-kitab ilmiah. Namun, agaknya, tokoh yang paling gigih mendukung ide tersebut adalah Al-Ghazali (w. 1059 - 1111 M) yang secara panjang lebar dalam kitabnya, Ihya' 'Ulum Al-Din dan Jawahir Al-Qur’ân mengemukakan alasan-alasan untuk membuktikan pendapatnya itu. Al-Ghazali mengatakan bahwa: "Segala macam ilmu pengetahuan, baik yang terdahulu (masih ada atau telah punah), maupun yang kemudian; baik yang telah diketahui maupun belum, semua bersumber dari Al-Qur’ân Al-Karîm."  [11]
Mungkin tafsir yang dimaksud inilah yang akan penulis coba teliti. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur penulis dan akan menjadi bahan presentasi diskusi tentang Tafsir Ilmi pada Prodi Hukum Keluarga / Akhwal Al-Syahsiyah Semester 1 Magister/Pasca Sarjana UIN SGD Bandung Tahun 2013.
I.2   RUMUSAN  MASALAH
                  Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini mengacu kepada silabus ke-16 pada Mata Kuliah Ilmu Tafsir  Semester I Program Studi Hukum Keluarga / Akhwal Syahsiyyah Program Magister / Pasca Sarjana di bawah bimbingan Prof. DR. KH. Rachmat Syafe’i, M.A.
Maka penulisan makalah ini hanya akan membahas perihal yang berkaitan dengan:
1.       Apa pengertian Tafsir Ilmi?
2.       Bagaimanakah Batas-batas penafsiran ilmiah?
3.      Dimanakah Kandungan Al-Qur’ân tentang ilmu?
I.3   TUJUAN  PENULISAN
                  Tujuan penulisan makalah ini pada awalnya adalah untuk memenuhi tugas terstruktur penulis pada Mata Kuliah Ilmu Tafsir seperti yang umumnya dibebankan kepada para mahasiswa di semester I Prodi Hukum Keluarga/Akhwal Syahsiyyah, namun pada akhirnya, karya tulis ini memiliki tujuan-tujuan husus yaitu:
1.       Untuk mengetahui pengertian Tafsir Ilmi.
2.       Untuk Mengetahui batas-batas penafsiran ilmiah.
3.      Untuk mengetahui Kandungan Al-Qur’ân tentang ilmu.
I.4   MANFAAT  PENULISAN
                Manfaat dari penulisan makalah ini bukan sekedar untuk memenuhi tugas terstruktur penulis pada Mata Kuliah Ilmu Tafsir. Tapi lebih dari itu, diharapkan hususnya penulis, Teman-teman penulis di semester I Prodi Hukum Keluarga/Akhwal Syahsiyyah dan masyarakat intelektual pada umumnya, dapat memperoleh manfaat ilmiah dari penulisan ini.  Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah:
1.       Dapat mengetahui pengertian Tafsir Ilmi.
2.       Dapat mengetahui bata-batas penafsiran Ilmiah.
3.      Dapat mengetahui kandungan Al-Qur’ân tentang ilmu.
BAB  II
PEMBAHASAN
II.1    PENGERTIAN  TAFSIR  ILMI
                  Secara bahasa tafsir berarti “menerangkan dan menyatakan”, menurut Al-Zarkasy dalam al-Burhan secara istilah tafsir adalah “menerangkan makna-makna Al-Qur’ân dan mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya. [12]
                  Malik bin Nabi di dalam kitabnya Intaj Al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi Al-Fikriy Al-Hadits, menulis: "Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan masalah serta sekumpulan metode yang dipergunakan menuju tercapainya masalah tersebut”.[13]
                  Ilmy atau ilmi bisa juga disebut dengan kata ilmiah yang berarti sesuatu yang mengandung ilmu atau pengetahuan. Kata ‘ilm dan berbagai derivasinya kerap digunakan dalam Al-Qur’ân dalam arti umum pengetahuan (knowledge), termasuk untuk sains dan ilmu-ilmu kemanusiaan (sciences of nature and humanities). Selain itu, dalam Al-Qur’ân juga digunakan untuk pengetahuan yang diwahyukan (revealed) sekaligus digunakan untuk pengetahuan yang diperoleh di luar wahyu (acquired). [14]
                   Ada beberapa ulama yang mendefinisikan pengertian Tafsir Ilmi secara istilah. Diantaranya :
1.       Muhammad Husain adz-Dzahaby dalam kitabnya At-Tafsir wa al-mufassirun li al-Dzahaby, mendefinisikan Tafsir ilmi dengan
اَلتَفْسِيرُ الذِى يُحَكِّم الاِصْتِلاحَاتِ العُلُمِيةِ فِى عِبَارَاتِ القُرْاَنِ وَيَجْتَهِدُ فِى اِسْتِخْرَاجِ مُخْتَلِفِ العُلُومِ وَالاَرَاءِ الفَلْسَفِيَّةِ مِنْهَا
Tafsir yang menetapkan istilah-istilah ilmiah di dalam pengibaratan ayat-ayat Al-Qur’ân dan berusaha mengeluarkan berbagai ilmu dan pandangan secara falsafah dari padanya. [15]
2.        Abdul Al-Majid Abdul Salam Al-Mahrasi juga memberikan definisi tafsir ilmi sebagai berikut:
اَلتَفْسِيْرُ العِلْمِىُ هُوَ التَفْسِيرُ الذِى يَتَوَحَى اَصْحَابُهُ اِخْضَاعَ عِبَاراتِ القُرْاَنِ لِلنَظَرِيَاتِ وَالاِصْتِلاحَاتِ العُلُمْيةِ وَبَدَلا لاَقصَى الجُهْد فِى اِسْتِخْرَاجِ مُخْتَلِفِ مَسَائِلِ العُلُومِ وَالاَرَءِ الفَلْسَفِيةِ مِنهَا
“Tafsir ilmi adalah tafsir yang mufasirnya mencoba menyingkap ibarat-ibarat dalam Al-Qur’ân, yaitu mengenai beberapa pandangan ilmiah dan istilahnya serta mengerahkan segala kemampuan dalam menggali berbagai problema ilmu pengetahuan dan pandangan-pandangan yang bersifat falsafi.” [16]
3.      Amin al-Khuli mendefenisikan tafsir ilmi dengan “tafsir yang memaksakan istilah-istilah keilmuan kontemporer atas redaksi Al-Qur’ân dan berusaha menyimpulkan berbagai ilmu dan pandangan-pandangan filosofis dari redaksi Al-Qur’ân”. [17]
4.      Said Agil Husni al-Munawar mengatakan bahwa Tafsir Ilmi merupakan Penafsiran ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam Al-Qur’ân dengan mengkaitkannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang. [18]
5.      Abdul Majid Abdul Muhtasib berpendapat tafsir ilmi merupakan tafsir yang memberikan redaksi Al-Qur’ân ke bawah teori dan istilah-istilah sains keilmuan dengan mengarahkan segala daya untuk  menyimpulkan berbagai masalah keilmuan dan pandangan filosof dari redaksi Al-Qur’ân. [19]
6.      Abdul Mustaqim dalam bukunya menyebutkan tafsir ilmi adalah tafsir yang menempatkan berbagai terminologi ilmiah dalam ajaran-ajaran tertentu atau berusaha mendeduksi berbagai ilmu serta pandangan-pandangan filosofisnya dari ayat-ayat Al-Qur’ân. [20]
Ayat-ayat Al-Qur’ân yang menyinggung tentang persoalan ilmu-ilmu sains dan teknologi oleh para ahli tafsir disebut sebagai ayat kauniyah atau ‘ulûm.  [21]
Dari semua definisi di atas terdapat kesamaan kata kunci, yaitu istilah ilmiah, ayat Al-Qur’ân dan pandangan filosofis.  Maka dapat disimpulkan bahwa Tafsir Ilmi adalah tafsir yang membahas tentang ayat-ayat Kauniyah (penciptaan) dalam Al-Qur’ân dan pandangan falsafah yang ada di dalamnya,  yang penafsirannya dipadukan dengan teori-teori dan penemuan-penemuan sains, di mana hal tersebut tidak/belum diketahui pada jaman Al-Qur’ân diturunkan.
Ada berbagai penilaian para pakar tentang tafsir ilmiah. Pertama, ada pendapat bahwa tafsir ilmiah berfungsi sebagai tabyin, yakni menjelaskan teks Al-Qur’ân dengan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dimiliki mufassir. Kelompok ini diwakili oleh al Zahabi dan Abu Hamid al Ghazali (w. 1111 M). Kedua, ada yang cenderung melihat fungsinya sebagai i’jaz Al-Qur’ân, yakni pembuktian atas kebenaran teks Al-Qur’ân dalam pandangan ilmu pengetahuan yang selanjutnya dapat memberikan stimulan bagi umat Islam, khususnya para ilmuwan dalam meneliti (investigate) ilmu pengetahuan melalui teks Al-Qur’ân. Kelompok ini diwakili oleh Imam al Suyuthi dan Muhammad bin Ahmad al Iskandaran.Ketiga, berkeinginan menjadikan penafsiran ini sebagai istikhraj al ‘ilm, yaitu teks atau ayat-ayat Al-Qur’ân mampu melahirkan dan memperkuat teori-teori ilmu pengetahuan mutakhir dan modern. Kelompok terakhir ini diwakili oleh Muhammad Ali Iyazi (1333 H) dan Abu al Fadl al Mursi. [22]
Dari segi cara penafsirannya Tafsir Al-Qur’ân terbagi dua yaitu Tafsir bi al-Matsur (riwayah) dan Tafsir bi al-Ra’yi (akal). Menurut Pengamatan penulis, dari klasifikasi tersebut maka tafsir ilmi bisa termasuk tafsir bi al-Ra’yi. Sedangkan dari segi dan aspek pembahasannya, tafsir ilmi bisa disebut sebagai penjelasan salah satu aspek kemukjijatan Al-Qur’ân, yaitu kemukjijatan ilmiah.
Ada beberapa kitab tafsir yang dalam penafsirannya menggunakan pendekatan ilmiah yaitu diantaranya :
1.       Tafsir Al-Kabir (Mafatih al-Ghaib), karya Fakhr ar-Razi.
2.       Ihya Ulumuddin dan Jawahir Al-Qur’ân, karya Al Ghozali.
3.      Tafsir Ilmi, karya As-Suyuthi. [23]
4.      Al-Islam fi al-Ashr al-‘ilmi karya Muhammad Ahmad al-Ghamrawy.
5.      Al-Ghida’ wa al-Dawa karya Jamal al-Din al-Fandy.[24]
6.      Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil karya Al-Baedhawi (w. 691 H).
7.      Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan karya Nidham ad-Din al-Qummi (w. 728 H).
8.      Al-Burhan fi Ulum al-Qur’an karya Az-zarkasyi (w. 794 H).
9.      Mahasin at-Ta’wil  karya Muhammad Jalaluddin al-Qasimi.
10.   I’jaz al-Qur’an wa Balaghah an-Nabawiyah karya Mustafa Shadiq `r-Rafi’i.
11.    Al Jawahir fi Tafsir Al-Qur’ân al Karîm karya Tanthawi Jauhari. [25]
12.    Menurut penulis, tafsir kontemporer Al-Misbah karya Quraish Syihab juga bisa digolongkan kepada tafsir ilmi melalui penafsiran-penafsiran ilmiahnya sebagaimana ia ungkap dalam berbagai bukunya, yang diantaranya adalah Membumikan Al-Qur’ân dan Mukjizat Al-Qur’ân.
Menurut Fazlur Rahman, kitab al Jawahir fi Tafsir Al-Qur’ân al Karîm karya Tanthawi Jauhari dinilai sebagai kitab tafsir yang bercorak ilmiah, yang pada masanya telah memberikan ghirah tersendiri bagi umat Islam, khususnya dalam memahami, mendalami, dan menguasai perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam kitab tafsir ini, Tanthawi Jauhari menggunakan pelbagai data ilmiah sebagai variabel dalam menjelaskan ayat Al-Qur’ân. Tafsir ini terdiri dari 25 jilid, dan pertama kali dicetak di Kairo oleh penerbit Muassasah Musthafa al Babi al Halabi tahun 1350 H / 1929 M. Sementara cetakan ketiga di Beirut, Dar al Fikr tahun 1395 H/1974. [26]
Menurut perhitungan al-Ghazali, dalam Al-Qur’ân terdapat 763 ayat-ayat kauniyah.[27] Sedangkan menurut Tanthawi, tidak kurang dari 750 ayat Al-Qur’ân berbicara dan mendorong manusia ke arah kemajuan ilmu pengetahuan. Ia heran mengapa mufassir  klasik hanya mengkaji dan menekankan banyak hal tentang ilmu fiqh –yang tidak lebih dari 500 ayat sharih- dan lengah terhadap arahan Al-Qur’ân tentang ilmu tumbuh-tumbuhan, biologi, ilmu hitung, fisika, sosial dan seterusnya. Inilah salah satu hujah mengapa Tanthawi kemudian memunculkan satu corak tafsir dengan pendekatan ilmiah, sebagaimana tertuang dalam muqadimah tafsirnya.[28]
Menurut Jansen dalam bukunya yang dalam edisi Indonesia-nya berjudul “Diskursus Tafsir Al-Qur’ân Modern”, model penafsiran Tanthawi cukup mempengaruhi sebagian besar masyarakat ketika itu, bahkan hingga kini, terutama mereka yang bergerak di bidang ilmu alam, fisika, biologi dan sebagainya. Namun begitu, tetap saja ada sekelompok orang yang justru menyerang pendapat-pendapat Tanthawi. Serangan-serangan itu dijawabnya dengan senyum dan hujjah intelektual. [29]

II.2   BATAS-BATAS PENAFSIRAN ILMI-AH
II.2.1  Kebenaran ilmiah Al-Qur’ân tidak perlu Pembuktian
Perlu diluruskan terlebih dahulu bahwa Allah menurunkan Al-Qur’ân bukan untuk menjelaskan teori-teori ilmiah, terminologi-terminologi disiplin ilmu, dan macam-macam pengetahuan. Mengaitkan Al-Qur’ân dengan teori-teori ilmiah dihawatirkan akan adanya penakwilan secara paksa agar ayat-ayat Al-Qur’ân sesuai dengan teori-teori ilmiah sehingga akan mereduksi kemukjizatan Al-Qur’ân dan akan mendistorsi misi-misinya untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan dan mengembalikan manusia ke jalan Allah. Hal inilah yang dihawatirkan oleh para ulama yang menolak hadirnya corak tafsir ilmi.  Yang seharusnya terjadi adalah temuan-temuan ilmiah lah yang harus disesuaikan dengan Al-Qur’ân.[30]
Jangan sampai terjadi seorang mufassir ilmi, ketika mengetahui penemuan baru, lalu mereka cepat-cepat mencari ayat yang menunjang teori ilmu pengetahuan tersebut. Sehingga yang terjadi bukanlah ilmu pengetahuan menafsirkan Al-Qur’ân tetapi justru sebaliknya, Al-Qur’ân yang menafsirkan ilmu pengetahuan.
Al-Qur’ân tidak menjadikan semua ilmu-ilmu kauniat menjadi pembahasannya karena hal itu mengalami perkembangan. Jika dijumpai ayat yang menunjuk hal itu, tidaklah dimaksudkan untuk menjelaskan hakikat ilmu tersebut, ia hanya bersifat hidayah. Akan tetapi, Al-Qur’ân mendorong manusia untuk memperhatikan isi alam ini. Bahkan ayat-ayat yang demikian itu menunjukan bahwa Allah-lah sebagai pemelihara dan pengatur. [31]
Mannâ Khalil al-Qattân mengatakan bahwa kemukjizatan ilmiah Al-Qur’ân bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah serta merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan. Tetapi ia terletak pada dorongannya kepada manusia untuk berpikir dan menggunakan akal. Banyak terdapat ayat-ayat Al-Qur’ân yang mendorong kaum muslimin untuk memikirkan (tafakur) mahluk-mahluk yang ada di langit dan bumi. [32]
Al-Qur’ân membukakan pintu-pintu pengetahuan dan mengajak umat Islam untuk memasukinya, maju di dalamnya dan menerima segala ilmu pengetahuan baru yang mantap dan stabil.[33] Al-Qur’ân mendorong manusia agar memperhatikan dan memikirkan alam. Ia tidak mengebiri aktivitas dan kreatifitas akal dalam memikirkan alam semesta, atau atau menghalanginya dari penambahan ilmu pengetahuan yang dapat dicapainya. Dan tidak ada sebuah kitab pun dari kitab-kitab agama terdahulu memberikan jaminan demikian seperti yang diberikan oleh Al-Qur’ân. [34]
Sebagaimana yang dikemukakan M. Quraish Shihab,  bahwa membahas hubungan Al-Qur’ân dengan ilmu pengetahuan bukan dinilai dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul di dalamnya, bukan pula dengan menunjukkan teori-teori ilmiah, tetapi pembahasan hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian Al-Qur’ân dan sesuai dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri. [35]
Pada zaman modern ini, banyak kita temukan orang-orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat Al-Qur’ân dengan sorotan pengetahuan ilmiah modern. Dengan tujuan untuk menunjukkan mukjizat Al-Qur’ân dalam bidang keilmuan untuk meyakinkan orang-orang non muslim akan keagungan dan keunikan Al-Qur’ân dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga memiliki kitab agung ini.
Sebenarnya usaha untuk membuktikan tentang hubungan antara Al-Qur’ân dan sains tidak saja dilakukan oleh orang-orang Islam namun semacam ini pernah dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan non muslim atau para orientalis. Seperti Maurice Bucaille misalnya, seorang dokter bedah berkebangsaan Perancis, telah melakukan usaha yang sama. Ia tiba-tiba terkenal sebagai seorang ahli tafsir dengan bukunya “Bibel, Qur'an dan Sains Modern”. Menurutnya, Al-Qur’ân bukan saja dipandang dapat berbicara tentang surga dan neraka tetapi juga tentang penemuan-penemuan ilmiah mutakhir. Al-Qur’ân seakan-akan mempunyai makna baru yang betul-betul sesuai dengan data ilmu pengetahuan modern. [36]
Buku yang berjudul asli dalam bahasa Perancis La Bible, le Coran et la Science (1976) menjadi best-seller internasional di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia. Bucaille menjadi ternama dengan karyanya ini. Karyanya ini mencoba menerangkan bahwa Al-Qur’ân sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, namun bahwa Alkitab atau Bibel tidaklah demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya bisa diragukan. [37]
Dikutip dari  IslamPos.com, Maurice Bucaille memutuskan untuk masuk Islam setelah meneliti Mumi Fir’aun, hatinya tergetar ketika mendengar Surat Yunus ayat 92, yang dibacakan oleh seorang ilmuwan muslim yaitu ayat tentang akan ditemukannya mayat Fir’aun. Keterangan ini tidak ia temukan di kitab Bible maupun Taurat. Ia meyakini kebenaran Al-Qur’ân yang turun pada abad ke 8 masehi, padahal ditemukannya mayat Fir’aun itu tahun 1898 masehi (setelah seribu tahun lebih). Yang lebih meyakinkannya lagi adalah ia menemukan sisa-sisa garam laut pada mayat tersebut. Menurutnya, tidak mungkin Rasulullah mengetahui hal tersebut terus menuliskannya dalam Al-Qur’ân, karena pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.[38]
Muarice Bucaille adalah salah satu dari sekian banyak ilmuwan orientalis yang masuk Islam setelah menemukan kebenaran ilmiah dalam Al-Qur’ân. Tetapi tentu saja penafsiran-penafsiran mereka terhadap sisi ilmiah Al-Qur’ân tidak serta merta membuat mereka menjadi ahli tafsir, atau buku-buku ilmiah mereka tidak serta merta menjadi sebuah Tafsir Ilmi. Karena sejatinya seseorang layak menjadi penafsir Al-Qur’ân jika ia telah menguasai ilmu Dirayah dan ilmu Riwayah Al-Qur’ân.
II.2.2  Kompetensi Ahli Tafsir
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, untuk menafsirkan Al-Qur’ân dan memahaminya dengan sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya, diperlukan benar-benar ilmu-ilmu Al-Qur’ân. Karena ilmu-ilmu ini yang akan menjadi alat untuk tafsir. Karena itu ilmu-ilmu inilah yang sebenarnya dinamai ilmu-ilmu tafsir, atau ilmu-ilmu Al-Qur’ân. [39]
Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang penafsir Al-Qur’ân adalah :
1.       Lughat Arabiyah.
2.       Undang-undang/aturan-aturan Bahasa Arab, yaitu Nahwu dan Shorof
3.      Ilmu Ma’ani, Bayan dan Badi’. Dengan ilmu Ma’ani diketahui khasiat-khasiat susunan pembicaraan dan pengertian-pengertiannya. Dengan ilmu Bayan diketahui susunan perkataan yang berlain-lainan. Dengan ilmu Badi’ diketahui jalan-jalan keindahan pembicaraan.
4.      Dapat menentukan yang Mubham, dapat menjelaskan yang Mujmal dan dapat mengetahui Asbab al-Nuzul, Nasakh Mansukh. Penjelasan-penjelasan ini di dapat dari Hadits.
5.      Mengetahui Ijmal, Tabyin, ‘Amm, Khash, Itlaq, Taqyid, Petunjuk Suruhan, Petunjuk Larangan dan yang lainnya. Penjelasan ini diambil dari Ushul Fiqh.
6.      Ilmu Kalam.
7.      Ilmu Qira’at, dengan ilmu ini dapat diketahui bagaimana cara menyebut kalimat-kalimat sehingga dapat  mentarjihkan sebagian ke-Muhtamil-an atas sebagiannya. [40]
Al-Qattân menambahkan, selain harus menguasai ilmu-ilmu di atas, sebelum menafsirkan dengan ijtihadnya, seorang mufasir pun dituntut untuk :
1.       Berakidah yang benar guna terhindar dari penafsiran yang menyimpang dari akidah.
2.       Bersih dari hawa nafsu, kepentingan pribadi, madzhab atau golongan.
3.      Menafsirkan lebih dahulu Qur’ân dengan Qur’ân.
4.      Jika tidak ada dalam Al-Qur’ân maka dengan Sunnah.
5.      Jika tidak ada dalam Sunnah maka dengan pendapat Sahabat.
6.      Jika tidak ada dalam pendapat Sahabat maka dengan pendapat Tabi’in. Diantaranya: Mujahid bin Jabr, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah maula Ibn Abbas, ‘Ata’ bin Abi Rabah, Hasan al-Basri, Masruq bin Ajda’, Sa’id bin al-Musayyab, ar-Rabi bin Anas, Qatadah, Dahhak bin Muzahim dan lain-lain.[41]
Adapun ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh mufassir menurut Rachmat Safe’I, :
1.       Ilmu-ilmu bahasa Arab: Matn al-lughah nahwu, sharaf dan isytiqaq.
2.       Ilmu-ilmu balaghah: Ma’ani, Bayan dan Badi’.
3.      Ilmu Qira’at.
4.      Ilmu Ushul Fiqh.
5.      Ilmu Usuluddin.
6.      Ilmu Asbab An-Nuzul.
7.       Ilmu An-Nasikh wa Al-Mansukh.
8.      Ilmu Hadits.
9.      Ilmu Al-Mauhibah.
Selain menguasai ilmu-ilmu tersebut mufassir pun perlu memperhatikan kaidah-kaidah berikut:
v  Mufassir harus berusaha menafsirkan secara tepat, dengan menghindari kekurangjelasan dalam menjelaskan arti atau sikap berlebih-lebihan yang tidak sesuai dengan tujuan, menghindari penyimpangan dari arti yang dimaksud dan memperhatikan susunan kalimat dalam kaitannya dengan keseluruhan tujuan pembicaraan.
v  Pertama-tama mufassir menganalisa kata-kata dalam tingkat mufrad untuk dibicarakan isytiqaq-nya, tashrif-nya dan artinya. Kemudian dalam tingkat susunan kalimat untuk dibahas dari segi nahwunya dan balagahnya. Setelah itu baru menggali pengertian-pengertian dan mengambil istinbath hukum ataupun hal-hal lain.
v  Penafsiran dengan Ra’yu tidak boleh bertentangan dengan penafsiran bi al-ma’tsur (dengan nash qath’i). Kalau pun berbeda diperbolehkan sepanjang membawa pada variasi yang saling melengkapi. [42]
Husus untuk penafsiran ilmiah, tentu saja si penafsir harus mempunyai wawasan lebih dibanding mufassir yang lain, yaitu ia harus menguasai, mengetahui atau sedikitnya mengenal teori-teori ilmiah berdasarkan pembuktian atau pun sumber-sumber yang kompeten di bidangnya.
 II.2.3   Pro dan Kontra Tafsir Ilmi
Seperti halnya tafsir ar-Ra’yi, Kehadiran tafsir ilmi pun bukannya tanpa hambatan, sebagai tafsir yang bercorak ijtihad, tentunya cenderung ada tendensi masing-masing penafsir atau pun penguasa pada jamannya, maka muncullah pro dan kontra.
Bila seorang pengkaji menganalisa tendensi tafsir ilmiah dan perjalanannya melintasi beberapa kurun, dimana kitabullah tersebut ditafsirkan kaum muslimin, pasti dia akan menemukan bahwa tendensi ini bertitik tolak dari zaman Abbasiyah hingga era kita sekarang. Adalah hal yang wajar, bila pada mulanya tendensi ilmiah ini dalam bentuk usaha mengkompromikan antara Islam dengan tsaqafah-tsaqafah asing yang diterjemahkan, serta sains murni yang ditemukan dilingkungan kaum muslimin. Sehingga tendensi ini menjadi kuat dan terekspose pada abad ke-5 Hijriyah dan seterusnya. Hanya saja tendensi ini telah menjadi besar dan menggurita di ahir abad ke-19 hingga sekarang yang mengakibatkan terjadinya ketertinggalan kaum muslimin dalam bidang sains dan teknologi, sebaliknya bangsa Barat mengalami kemajuan dan mampu mengunggulinya. [43]
Pihak yang menolak kehadiran tafsir ini menganggap bahwa para penafsirnya berpegang teguh pada pemikiran sendiri dan penyimpulan (istinbath) yang didasarkan ra’yu semata tanpa ada Roh Syari’at yang didasarkan pada nash-nash.  Maka penafsiran Al-Qur’ân dengan ra’yu dan ijtihad semata tanpa ada dasar yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan. Dalil yang memperkuat argumen mereka ini adalah,
§  Surat al-Isra ayat 36, [44]
 Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”. [45]
§  Surat al-Nahl ayat 44,  (hanya Rasul yang berhak menafsirkannya)
 “Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’ân, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.
§  Hadits hasan riwayat Tirmidzi, Nasa’i dan Abu Daud bahwa Rasulullah pernah bersabda,
من قال في القران برأيه أو بمالايعلم فليتبوّأ مَقعدَهُ من النّار
“Siapa saja menafsirkan Al-Qur’ân atas dasar pikirannya, atau atas dasar sesuatu yang tidak diketahuinya, maka bersiap-siaplah mengambil tempat di neraka.”
§  Abu Bakar asy-Syidiq pernah menyatakan ketakutannya ketika ia ditanya tentang penafsiran Al-Qur’ân, “Langit mana yang akan melindungiku? bumi mana yang menampungku? kemana aku akan pergi? Dan apa yang akan aku lakukan? Jika aku menjelaskan Al-Qur’ân dengan sesuatu yang tidak dikehendaki Allah”. [46]
§  Atsar yang menyatakan, “Barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’ân menurut ra’yu (pendapat/akal), dan ia benar, maka ia telah salah”. [47]
Sedangkan pihak yang pro terhadap tafsir ini, mengemukakan argumen-argumen sebagai berikut, :
§  Banyak ditemukan ayat-ayat Al-Qur’ân yang menyerukan untuk mendalami kandungan Al-Qur’ân, seperti pada surat Muhammad ayat 24,
Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’ân ataukah hati mereka terkunci?
An-Nisa ayat 83,
 “Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri)”.
§  Jika tafsir ar-Ra’yi dilarang, lalu mengapa ijtihad diperbolehkan? Nabi tidak menjelaskan setiap ayat Al-Qur’ân. Ini menunjukkan bahwa umatnya diizinkan ber-ijtihad terhadap ayat-ayat yang belum dijelaskan Nabi.
§  Para sahabat sering berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat. Ini menunjukkan bahwa mereka pun menafsirkan Al-Qur’ân dengan Ra’yu-nya.
§  Rasulullah pernah berdo’a untuk Ibn Abbas, dengan sabdanya :
اللّهمّ فقّههُ في الدين وعلِّمْهُ التّأويلَ
“Ya Allah, berilah ia pemahaman agama dan ajarilah ia takwil”
Cakupan “takwil” tersebut bukan hanya mendengar dan menuqil riwayat saja, tapi diluar itu, yaitu ijtihad dan pemikiran.[48]
                  M. Quraish Shihab menyatakan dukungannya terhadap penafsiran ilmiah dengan argumen Surat az-Zumar ayat 9,
Katakanlah (Muhammad), Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”.
                  Surat Ali Imron ayat 66,
"Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal yang kamu ketahui, Maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui”.
Ayat pertama menekankan kepada masyarakat betapa besar nilai ilmu pengetahuan dan kedudukan cendekiawan dalam masyarakat. Dan ayat kedua merupakan kritik pedas terhadap mereka yang berbicara atau membantah suatu persoalan tanpa adanya data objektif lagi ilmiah yang berkaitan dengan persoalan tersebut. Ayat-ayat semacam inilah yang kemudian membentuk iklim baru dalam masyarakat dan mewujudkan udara yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Iklim baru inilah yang kemudian menghasilkan tokoh seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Jabir Ibnu Hayyan, dan sebagainya. Ia-lah yang membantu Muhammad bin Ahmad menemukan angka nol pada tahun 976, yang akhirnya mendorong Muhammad bin Musa Al-Khawarizmiy menemukan perhitungan Aljabar. Tanpa penemuan-penemuan tersebut, Ilmu Pasti akan tetap merangkak dan meraba-raba dalam alam gelap gulita. [49]
                  II.2.4  Akseptabilitas Tafsir Ilmi
                  Penafsiran ilmiah bisa diterima sepanjang disertai niat karena Allah, pendapatnya rasional dan menghindari hal-hal berikut ini, :
·         Memaksa untuk cepat-cepat merasa faham maksud ayat tanpa lebih dahulu memenuhi syarat-syarat seorang mufassir;
·         Terlalu jauh memasuki hal-hal yang merupakan monopoli Allah untuk mengetahuinya;
·         Melakukan penasiran berdasarkan hawa nafsu dan mencari keuntungan diri sendiri;
·         Menafsirkan ayat-ayat untuk mendukung kepentingan madzhab yang fasid;
·         Memastikan bahwa tafsirannya itulah satu-satunya yang sesuai dengan maksud suatu ayat tanpa membedakan dalil. [50]
                  Bertitik tolak dari prinsip "larangan menafsirkan Al-Qur’ân secara spekulatif", maka penemuan-penemuan ilmiah yang belum mapan tidak dapat dijadikan dasar dalam menafsirkan Al-Qur’ân. [51]
Redaksi yang digunakan oleh Al-Qur’ân dalam uraiannya tentang alam raya dan fenomenanya itu, bersifat singkat, teliti dan padat, sehingga pemahaman atau penafsiran tentang maksud redaksi-redaksi tersebut sangat bervariasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing. Dalam kaitannya dengan ini, kita perlu menggarisbawahi beberapa prinsip pokok:
a.      Setiap Muslim, bahkan setiap orang, berkewajiban untuk mempelajari dan memahami kitab suci yang dipercayainya. Walaupun demikian, hal tersebut bukan berarti setiap orang bebas untuk menafsirkan atau menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan guna mencapai maksud tersebut.
b.      Al-Qur’ân diturunkan bukan hanya khusus untuk orang-orang Arab ummiyin yang hidup pada masa Rasul saw., tidak pula untuk generasi abad keduapuluh ini, tetapi juga untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Qur’ân dan dituntut untuk menggunakan akalnya.
c.       Berpikir secara modern, sesuai dengan keadaan zaman dan tingkat pengetahuan seseorang; tidak berarti menafsirkan Al-Qur’ân secara spekulatif atau terlepas dari kaidah-kaidah penafsiran yang telah disepakati oleh para ahli di bidang ini.
Kaitan prinsip ini dengan penafsiran ilmiah terhadap ayat-ayat Al-Qur’ân, membawa kita kepada, paling tidak, tiga hal pula yang perlu digarisbawahi, yaitu (1) Bahasa; (2) Konteks ayat-ayat; dan (3) Sifat penemuan ilmiah. [52]
II.3   KANDUNGAN AL-QUR’ÂN TENTANG ILMU
                  Bentukan Kata “ العلم ”, “ علم ”, atau “ علما ” yang berarti “ilmu” dalam Al-Qur’ân, ditemukan penulis pada 87 tempat. [53]
                  Sedangkan kata-kata علم --dan dalam berbagai bentuknya-- terulang sebanyak 854 kali. Di samping itu, banyak pula ayat-ayat Al-Qur’ân yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran, penalaran, dan sebagainya. [54]
                  Imam al-Mawardi mengatakan bahwa salah satu kemukjizatan Al-Qur’ân adalah bahwa Al-Qur’ân mengumpulkan ilmu-ilmu yang tidak diliputi manusia dan tidak dapat berkumpul pada seseorang makhluk. [55] Sedangkan Sayib Rashid Ridha dalam tafsirnya “al-Manar” menyebutkan bahwa Al-Qur’ân melengkapi pentahkikan berbagai masalah ilmiyah yang belum terkenal di masa turunnya. [56]
                Menurut al Qattân, banyak orang terjebak dalam kesalahan ketika mereka mengharapkan agar Qur’ân mengandung segala ilmu atau teori-teori ilmiah. Setiap lahir teori baru, mereka mencarikan untuknya kemungkinan dalam ayat, lalu ayat tersebut mereka takwilkan sesuai dengan teori tersebut. Padahal teori-teori tersebut timbul sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak abadi, terikat pada aturan-aturan eksperimentasi, ruang lingkup peralatannya dan kondisi yang selalu berubah yang notabene tidak sebanding dengan kebenaran Al-Qur’ân yang mutlak. [57]
                Sebab yang terpokok yang menyebabkan Al-Qur’ân bersifat  kekal dan sesuai untuk segala jaman dan tempat karena ia mengemukakan aqidah yang benar berdasarkan hujjah yang kuat, kaidah-kaidah dan hukum-hukum bersifat kulliyah (untuk seluruh manusia) yang kebenarannya mutlak. [58]
Sesungguhnya Al-Qur’ân datang dengan membawa sesuatu yang lebih besar dari pengetahuan-pengetahuan yang bersifat partial; ia tidak datang untuk menjadi kitab ilmu falak, ilmu kimia, ilmu kedokteran atau pun ilmu astronomi. Kesalahan manusia tersebut terletak pada kesalahpahaman mereka terhadap watak, medan kerja dan fungsi Kitab suci ini. Watak Al-Qur’ân adalah sebuah hakikat yang final dan mutlak. Medan kerjanya adalah manusia dan kehidupannya. Fungsinya adalah untuk membangun konsep umum tentang kosmos (wujud) serta hubungan dengan penciptanya, hubungan mahluk dan penciptanya, menanamkan konsep yang memungkinkan manusia menggunakan segala potensi yang dimilikinya. Termasuk potensi intelektual yang memberikan kepadanya kesempatan untuk bekerja, melalui pengkajian ilmiah dengan percobaan dan praktek. [59]
Korelasi antara Al-Qur’ân dan Ilmu Pengetahuan dapat ditemukan dengan banyaknya isyarat-isyarat ilmiah yang tersebar pada ayat-ayat yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya. Isyarat-isyarat tersebut sebagiannya telah diketahui oleh masyarakat Arab ketika itu. Namun, apa yang mereka ketahui itu masih sangat terbatas dalam perinciannya. Di lain segi, paling sedikit ada tiga hal yang dapat disimpulkan dari pembicaraan Al-Qur’ân tentang alam raya dan fenomenanya:
1.       Al-Qur’ân memerintahkan atau menganjurkan manusia untuk memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an dan kekuasaan Tuhan. Dari perintah ini, tersirat pengertian bahwa manusia memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena alam tersebut, namun pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak (ultimate goal).
2.       Alam raya beserta hukum-hukum yang diisyaratkannya itu diciptakan, dimiliki, dan diatur oleh ketetapan-ketetapan Tuhan yang sangat teliti. Ia tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan-ketetapan tersebut kecuali bila tuhan menghendakinya. Dari sini, tersirat bahwa: (a) alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah; (b) manusia dapat menarik kesimpulan tentang adanya ketepatan-ketepatan yang bersifat umum dan mengikat yang mengatur alam raya ini (hukum-hukum alam).
3.      Redaksi yang digunakan oleh Al-Qur’ân dalam uraiannya tentang alam raya dan fenomenanya itu, bersifat singkat, teliti dan padat, sehingga pemahaman atau penafsiran tentang maksud redaksi-redaksi tersebut sangat bervariasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan masing-masing. [60]
                  Untuk mengetahui pengupasan ayat-ayat yang menjadi pokok ilmu astronomi (bintang dan falak) baik sekali mempelajari kitab Sara-irul Qur’ân, karya al-Ghazi Ahmad Mukhtar Basya (1251 H/1835 M – 1315 H/1898 M). [61]

                  Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’ân, misalnya:
1.       Kesatuan kosmos, air sebagai sumber kehidupan, surat al-Anbiya ayat 30. [62]
          “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”
Menurut fisikawan Rusia, George Gamow (1904-1968), melahirkan sekitar seratus miliar galaksi yang masing-masing rata-rata memiliki 100 miliar bintang. Tetapi sebelumnya, bila ditarik ke belakang semuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan itulah yang meledak dan yang dikenal dengan istilah “Big Bang”. [63]
2.       Mengembangnya alam semesta, Surat adz-Dzariyât ayat 47,
 “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus “mengembang”. Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur’an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur’an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.[64]
3.      Penjelajahan menuju penjuru langit dan bumi hanya bisa dilakukan dengan kekuatan (otoritas dan kekuasaan yang bersumber dari ilmu pengetahuan), surat ar-Rahman ayat 33. [65]
          Hai jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”
4.      Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan pantulan. Masing-masing berjalan pada orbitnya, dan menjadi patokan Kalender surat Yunus ayat 5. [66]
          “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)”.
Peredaran falakiyah bulan dan proses perjalanannya surat al-Baqarah 189.
          “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”.
5.      Matahari terbit dari Barat, surat al-Baqarah ayat 258.
          Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang itu (Namrudz dari Babilonia) berkata: "Saya dapat menghidupkan dan mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari barat," lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.
        Demitri Bolykov, ahli fisika asal Ukraina masuk Islam setelah bersama Nicolai Kosinikov merancang sebuah sampel berupa bola yang diisi penuh dengan papan tipis dari logam yang dilelehkan, ditempatkan pada badan bermagnit yang terbentuk dari elektroda yang saling berlawanan arus. Ketika arus listrik berjalan pada dua elektroda tersebut maka menimbulkan gaya magnet dan bola yang dipenuhi papan tipis dari logam tersebut mulai berputar pada porosnya fenomena ini dinamakan “Gerak Integral Elektro Magno-Dinamika”. Gerak ini pada substansinya menjadi aktivitas perputaran bumi pada porosnya. Pada tingkat realita di alam ini, daya matahari merupakan “kekuatan penggerak” yang bisa melahirkan area magnet yang bisa mendorong bumi untuk berputar pada porosnya. Kemudian gerak perputaran bumi ini dalam hal cepat atau lambatnya seiring dengan daya intensitas daya matahari. Atas dasar ini pula posisi dan arah kutub utara bergantung.
        Telah diadakan penelitian bahwa kutub magnet bumi hingga tahun 1970 bergerak dengan kecepatan tidak lebih dari 10 km dalam setahun, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini kecepatan tersebut bertambah hingga 40 km dalam setahun Bahkan pada tahun 2001 kutub magnet bumi bergeser dari tempatnya hingga mencapai jarak 200 km dalam sekali gerak. Ini berarti bumi dengan pengaruh daya magnet tersebut mengakibatkan dua kutub magnet bergantian tempat. Artinya bahwa “gerak” perputaran bumi akan mengarah pada arah yang berlawanan. Ketika itu matahari akan terbit (keluar) dari Barat. [67]
6.    Gerak semu matahari,  Surat ar-Rahman ayat 17,

“Tuhan yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua tempat terbenamnya.”
Dua tempat terbit matahari dan dua tempat terbenamnya ialah tempat dan terbenam matahari di waktu musim panas dan di musim dingin. Gerak semu matahari ke utara-selatan menyebabkan beberapa musim tertentu di suatu negara tertentu.[68]
6.      Planet dalam langit terdekat, Surat ash-Shaffat ayat 6
 “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang terdekat dengan hiasan yaitu planet-planet.”
kata “Kawakib” yang pada umumnya diartikan “bintang-bintang”. Seperti halnya Ibn Katsir menafsirkan ayat tersebut sama dengan penafsiran surat al-Mulk ayat 5 [69]
 “Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang (bola-bola api), dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan”
Namun menurut pengetahuan modern, “Kawakib” hanya  dapat  diartikan “planet”. Kalimat “Langit yang terdekat” dapatkah diartikan sebagai sistem matahari? Kita mengetahui bahwa tak terdapat di antara benda-benda samawi yang terdekat kepada kita selain planet. Matahari adalah bintang satu-satunya dalam sistem ini yang pakai nama. Orang tak dapat mengerti, benda  samawi apa  gerangan  yang  dimaksudkan  dalam  ayat tersebut, jika bukan planet. Rasanya  sudah  benar  jika  kita  terjemahkan “Kawakib”  dengan  “planet”  dan  ini  berarti bahwa Qur-an menyebutkan adanya “planet” menurut definisi modern.[70]
7.      Fenomena Black Hole (Lubang Hitam), surat at-Takwir ayat 15-16
          “Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang tak tampak. Yang bergerak sangat cepat”.
Naggar, seorang profesor bidang astronomi menjelaskan, para ulama dahulu menafsirkan ayat tersebut secara metaforis, namun para ahli astronomi pada akhir abad ke-20 menemukan fakta ilmiah, yaitu apa yang disebut black hole (lubang hitam). Black hole adalah planet yang ditandai dengan densitas yang tinggi dan gravitasi yang kuat, tempat zat dan semua bentuk energi, termasuk cahaya, tidak mungkin lepas dari perangkapnya, katanya. Disebut lubang hitam karena ia sangat gelap tak terlihat, dengan kecepatan geraknya diperkirakan mencapai 300.000 km per detik. Black hole dianggap sebagai fase tua kehidupan bintang, yang didahului ledakan dan zatnya kembali menjadi nebula.[71]
8.      Semakin tinggi permukaan tanah semakin berkurang kadar oksigen, surat al-An’am ayat 125. [72]
          “Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit.”
9.      Gunung-gunung bergerak terus menerus, surat an-Naml ayat 88.
          “Dan kamu Lihat gunung-gunung itu, kamu sangka Dia tetap di tempatnya, Padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
          Menurut Harun Yahya, para ahli geologi  baru memahami kebenaran pernyataan ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener pada 1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya ia mengemukakan bahwa sekitar 500 juta tahun lalu, seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan. Namun, sekitar 180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi daratan-daratan yang lebih kecil.
          Menurut Harun Yahya, “Gerakan gunung-gunung itu disebabkan gerakan kerak bumi tempat mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang lebih rapat. Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah "continental drift" atau "gerakan mengapung dari benua" untuk gerakan ini,''.[73]
10.   Gunung sebagai penetralisir getaran bumi, surat Luqman ayat 10.
 “Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu”.
        Yushidi Kusa, Direktur Observatorium Tokyo mengatakan bahwa bumi terdiri dari lempeng-lempeng tektonik yang saling bergerak dan bergesekan yang menyebabkan terjadi gempa bumi. Jika gunung berapi meletus atau mengeluarkan sesuatu, terus ada gempa bumi, yang menyebabkan gempa itu adalah pergeseran lempeng dibawah tanah bukan gunungnya. Karena Allah menginformasikan bahwa justeru pegunungan berfungsi sebagai stabilisator, mereka membantu untuk menstabilkan kerak bumi dan ini juga merupakan teori ahli geologi modern. Gunung juga berfungsi sebagai peredam getaran yang disebabkan berotasinya bumi. Jika anda mencoba memutar sebuah benda yang tidak bulat sempurna, maka benda-benda yang ada di atasnya akan kehilangan keseimbangan.[74]
11.    Kegelapan dan gelombang internal di dasar lautan, surat an-Nûr ayat 40.
 “Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”.
Manusia tak mampu menyelam pada kedalaman di bawah 40 meter tanpa bantuan peralatan khusus. Mereka tak mampu bertahan hidup di bagian samudra yang dalam nan gelap, seperti pada kedalaman 200 meter. Karena alasan inilah, para ilmuwan hanya baru-baru ini saja mampu menemukan informasi sangat rinci tersebut tentang kelautan. Keadaan umum tentang lautan yang dalam dijelaskan dalam buku berjudul Oceans: “Kegelapan dalam lautan dan samudra yang dalam dijumpai pada kedalaman 200 meter atau lebih. Pada kedalaman ini, hampir tidak dijumpai cahaya. Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak terdapat cahaya sama sekali”. (Elder, Danny; and John Pernetta, 1991, Oceans, London, Mitchell Beazley Publishers, s. 27)
Selain itu, pernyataan di ayat ke-40 surat An Nuur “Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan?” mengarahkan perhatian kita pada satu keajaiban Al Quran yang lain.
Para ilmuwan baru-baru ini menemukan keberadaan gelombang di dasar lautan, yang “terjadi pada pertemuan antara lapisan-lapisan air laut yang memiliki kerapatan atau massa jenis yang berbeda.” Gelombang yang dinamakan gelombang internal ini meliputi wilayah perairan di kedalaman lautan dan samudra dikarenakan pada kedalaman ini air laut memiliki massa jenis lebih tinggi dibanding lapisan air di atasnya. Gelombang internal memiliki sifat seperti gelombang permukaan. Gelombang ini dapat pecah, persis sebagaimana gelombang permukaan. Gelombang internal tidak dapat dilihat oleh mata manusia, tapi keberadaannya dapat dikenali dengan mempelajari suhu atau perubahan kadar garam di tempat-tempat tertentu. (Gross, M. Grant; 1993, Oceanography, a View of Earth, 6. edition, Englewood Cliffs, Prentice-Hall Inc., s. 205). [75]
12.    Fenomena terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan, surat ar-Rahman ayat 19-20 dan surat al-Furqan ayat 53,

          “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing”
          “Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi”.
          Jacques Yves Costeau, seorang Profesor di bidang Oceanografer dan ahli selam terkemuka dari Perancis yang lahir pada 11 Juni 1910 ketika sedang melakukan eksplorasi di bawah laut, menemukan beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang sangat sedap rasanya karena tidak bercampur atau tidak melebur dengan air laut yang asin di sekelilingnya. Sehingga seolah-olah ada dinding atau membran yang membatasi keduanya. Setelah berdiskusi dan mendapatkan dua ayat di atas dari seorang professor muslim, Costeau pun memeluk Islam dengan berkata bahwa Alquran memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh kandungannya mutlak benar.[76]
13.   Isyarat ilmu falak, botani, geologi dan zoology dalam surat Fathir ayat 27-28. [77]
          Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya)”.
Surat al Hajj ayat 5,
 “Dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”.
14.   Angin membantu perkawinan tanaman, surat al-Hijr ayat 22.[78]
 “Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan)”
15.   Tanah tertentu menumbuhkan tanaman tertentu, surat al-A’raf ayat 58.
          “Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur”.
          Pada ayat ini Tanthawi Jauhari pada tafsirnya menunjukkan bahwa walaupun Tuhan dengan kehendak-Nya diperlukan bagi tumbuhnya tanam-tanaman, kecocokan tanah juga tumbuh juga merupakan syarat tumbuhnya tanaman tersebut, karena tidak semua tanaman dapat tumbuh pada setiap tanah. Maka dengan kecocokan tanah, Tuhan menjadikan tanaman itu mungkin untuk tumbuh.[79]
16.   Fenomena Tanaman bertasbih, surat al-Isra ayat 44.
          Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun”.
          Ayat yang serupa ditemukan juga pada surat al-Jumu’ah ayat 1, an-Nur ayat 41, al-Hadid ayat 1, al-Hasyr ayat 1, Shaf ayat 1, al-Thaghabun ayat 1.
        Sebuah majalah sains terkenal, Journal of Plant Molecular Biologies, mengungkapkan hasil penelitian yang dilakukan sebuah tim ilmuwan Amerika Serikat tentang suara halus yang tidak bisa didengar oleh telinga biasa (ulstrasonik), yang keluar dari tumbuhan. Suara tersebut berhasil direkam menggunakan alat perekam canggih. Para ilmuwan ini lalu membawa hasil penemuan mereka ke hadapan tim peneliti Inggris yang diantaranya ada Profesor William Brown dan seorang peneliti muslim. Yang mengejutkan, ketika gelombang elektrik optik itu ditransfer secara visual di layar monitor dengan sebuah alat canggih yang bernama Oscilloscope, para ilmuwan tersebut bisa menyaksikan denyutan cahaya elektrik itu berulang lebih dari 1000 kali dalam satu detik!!!. Dan yang terlihat adalah rangkaian garis yang membentuk lafadz Allah.
          Setelah peneliti muslim itu menjelaskan tentang Islam dan ayat Al-Qur’ân di atas, maka Selang beberapa hari setelah peristwa itu William Brown berceramah di Universitas Carnegie Mellon. Ia mengatakan: “Dalam hidupku, aku belum pernah menemukan fenomena semacam ini selama 30 tahun menekuni pekerjaan ini, dan tidak ada seorang ilmuwan pun dari mereka yang melakukan pengkajian yang sanggup menafsirkan apa makna dari fenomena ini.  Begitu pula tidak pernah ditemukan kejadian alam yang bisa menafsirinya. Akan tetapi, satu-satunya tafsir yang bisa kita temukan adalah dalam Al-Qur’ân. Hal ini tidak memberikan pilihan lain buatku selain mengucapkan Syahadatain”. [80]
17.   Atom sebagai partikel terkecil yang tak dapat dibagi-bagi lagi, surat Yunus ayat 61.
 “Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu[81]

18.   Dalam DNA (Deoxy Nucleotida Acid) manusia terdapat ayat Al-Qur’ân, surat Fushshilat ayat 53.

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’ân itu adalah benar”
Ahmad Khan, Profesor di bidang analisis Genetika pada tanggal 2 Januari 1999, menemukan kombinasi tulisan Bismillah ir Rahman ir Rahiim, Iqra bismirabbika khalq dan 8 ayat lainnya pada untaian rantai kodon DNA manusia.   Kode-kode Genetika T, C, G dan A yang disebut dengan Kode Nucleotida akan menghasilkan huruf arab yang jika dirangkaikan akan menjadi firman Allah yang sangat mengagumkan. [82]
19.    Manusia tercipta dari setitik sperma.  Surat Al-Qiyamah ayat 36-38
 “Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan?”
Kata nuthfah dalam al-Qur’an adalah “setetes yang dapat membasahi”. Informasi al-Qur’an tersebut sejalan dengan penemuan ilmiah pada abad kedua puluh ini yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang menyembur dari alat kelamin pria mengandung sekitar 250 juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu waktu. Sperma-sperma melakukan perjalanan 5-menit yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel telur. Hanya seribu dari 250 juta sperma yang berhasil mencapai sel telur. Sel telur, yang berukuran setengah dari sebutir garam, hanya akan membolehkan masuk satu sperma. Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya sebagian kecil darinya. Dari 250 juta benih manusia, yang berhasil bertemu dengan ovum hanya satu saja. [83] Jika dua yang berhasil, maka akan menjadi janin kembar dua dan seterusnya.
20.  Penentuan jenis kelamin, Surat an-Najm ayat 45-46
 “Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita, dari air mani, apabila dipancarkan.”
Hingga baru-baru ini, diyakini bahwa jenis kelamin bayi ditentukan oleh sel-sel ibu. Atau setidaknya, tahun 1883, Van Bender membuktikan bahwa sperma dan ovum memiliki peranan yang sama dalam pembentukan benih yang telah bertemu itu, dan pada tahun 1912 Morgan membuktikan peranan kromosom dalam pembentukan janin. Dipercaya bahwa jenis kelamin ini ditentukan secara bersama oleh sel-sel lelaki dan perempuan. Namun kita diberitahu informasi bahwa dari setetes nuthfah yang memancar itu Allah menciptakan kedua jenis manusia lelaki dan perempuan penelitian ilmiah membuktikan adanya dua macam kandungan sperma (mani laki-laki) yaitu kromosom lelaki yang dilambangkan dengan huruf  “Y”, dan kromosom perempuan yang dilambangkan dengan huruf “X”. apabila yang membuahi ovum adalah sperma yang memilki kromosom Y, maka anak yang dikandung adalah lelaki. Apabila yang membuahi ovum adalah sperma yang memilki kromosom Y, maka anak yang dikandung adalah lelaki, dan bila X bertemu dengan X, maka anak yang dikandung adalah perempuan. Jika demikian yang menentukan jenis kelamin adalah nuthfah yang dituangkan sang ayah itu. [84]
21.    Embriologi (reproduksi manusia), surat al-Hajj ayat 5.
          “Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”.
          Tanthawi Jauhari dalam tafsirnya, memberikan kiasan bahwa manusia itu berasal dari tanah, sebagaimana juga hewan dan tumbuh-tumbuhan. Unsur air juga menjadi penyebab tumbuhnya manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Setelah menjelaskan proses keajaiban manusia di dalam rahim seorang ibu, ia menegaskan bahwa inilah dalil penting ilmu al ajnah atau embriologi manusia dan ilmu ini wajib dipelajari. Tanthawi berpendapat bahwa ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya ilmu alam dan mempelajarinya adalah satu hal yang wajib. Hal demikian karena al Qur’an hanya memberikan petunjuknya secara global dan kesempurnaannya dibutuhkan pengetahuan yang lainnya.[85]
22.   Alaqah atau segumpal darah berarti juga “sesuatu yang  menempel” seperti Lintah penghisap darah, karena ia menempel dan mengambil makanan dengan cara menghisap aliran darah, surat al-Mu’minun ayat 13-14.
        Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik”.
          Penemuan ini membuat Keith L. Moore, seorang professor di bidang Anatomi dan Embriologi masuk Islam. Menurutnya Al-Qur’ân betul-betul wahyu dari tuhan, karena 1400 tahun yang lalu tidak mungkin Muhammad mengetahui hal yang hanya bisa diketahui melalui analisis mikroskopik. [86]
23.   Evolusi janin dalam rahim ibu melalui tiga tahap kegelapan: pertama; kegelapan dinding perut, yang kedua; kegelapan dinding rahim, ketiga; kegelapan plasenta. Surat az-Zumar ayat 6, [87]
        “Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan.
24.  Ide dasar bayi tabung, surat al-Mursalat ayat 20-21
 “Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina, Kemudian Kami letakkan Dia dalam tempat yang kokoh (rahim)”.

           “Tempat yang Kokoh”, bukan berarti hanya rahim perempuan saja, sehingga ayat ini menjadi ide dasar pembuatan alat “tempat penyatuan sperma dan ovum” di luar rahim dalam proses bayi tabung. Ayat yang serupa terdapat pada surat al-Mu’minun ayat 13.[88]
25.   Masa Penyusuan yang tepat dan Jarak minimal menunda kehamilan, surat al-Baqarah ayat 233.[89]
          “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan”
26.  Adanya Nurani dan alam bawah sadar manusia, surat al-Qiyamah ayat 14. [90]
          Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri”.
Pikiran manusia itu 88% ternyata dikendalikan alam bawah sadar, sisanya alam sadar. Antara alam sadar dan bawah sadar dibatasi sebuah garis filter yang disebut reticular activating system. Garis ini berfungsi melindungi manusia dari informasi-informasi yang tak perlu, sehingga seseorang tetap terlihat sadar dan waras. Selama ini, kemampuan otak yang digunakan oleh manusia hanya 12 persen, sisanya tenggelam dalam diri kita. Secara garis besar, otak manusia terbagi dalam dua bagian, otak kiri dan otak kanan. Otak kiri memproses segala macam angka, matematika, bahasa, hitung-hitungan dan sebagainya. Sementara otak kanan, memproses segala macam keindahan, musik dan warna-warna. [91]
          Hati nurani yang tersembunyi di dalam alam bawah sadar manusia, adalah sensor yang diciptakan tuhan yang berfungsi mengontrol dan mempengaruhi fikiran sadar manusia agar tetap berada dalam koridor hukum alam dalam mengelola alam semesta yang diciptakan tuhan. Walau disebut hati nurani, tapi secara fisik, alat sensor ini juga berada didalam otak/brain manusia. Ilmuwan dunia barat menyebutnya God Spot, Titik Tuhan. [92]
27.    Bagian otak yang mengendalikan gerak kita, Surat al-Alaq ayat 15-16.

“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.”
Ungkapan “ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka” dalam ayat di atas sungguh menarik. Penelitian yang dilakukan di tahun-tahun belakangan mengungkapkan bahwa bagian prefrontal, yang bertugas mengatur fungsi-fungsi khusus otak, terletak pada bagian depan tulang tengkorak. Para ilmuwan hanya mampu menemukan fungsi bagian ini selama kurun waktu 60 tahun terakhir, sedangkan Al Qur’an telah menyebutkannya 1400 tahun lalu. Jika kita lihat bagian dalam tulang tengkorak, di bagian depan kepala, akan kita temukan daerah frontal cerebrum (otak besar).
Buku berjudul Essentials of Anatomy and Physiology, yang berisi temuan-temuan terakhir hasil penelitian tentang fungsi bagian ini, menyatakan: “Dorongan dan hasrat untuk merencanakan dan memulai gerakan terjadi di bagian depan lobi frontal, dan bagian prefrontal. Ini adalah daerah korteks asosiasi… Berkaitan dengan keterlibatannya dalam membangkitkan dorongan, daerah prefrontal juga diyakini sebagai pusat fungsional bagi perilaku menyerang…” (Seeley, Rod R.; Trent D. Stephens; and Philip Tate, 1996, Essentials of Anatomy & Physiology, 2. edition, St. Louis, Mosby-Year Book Inc., s. 211; Noback, Charles R.; N. L. Strominger; and R. J. Demarest, 1991, The Human Nervous System, Introduction and Review, 4. edition, Philadelphia, Lea & Febiger , s. 410-411)
Jadi, daerah cerebrum ini juga bertugas merencanakan, memberi dorongan, dan memulai perilaku baik dan buruk, dan bertanggung jawab atas perkataan benar dan dusta. [93]
28.  Kulit sebagai indera perasa, surat an-Nisa ayat 56.
          “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab”.
          Menurut Tagatat Tejasen, Profesor di bidang anatomi dari Thailand, lapisan kulit manusia terdiri dari tiga lapisan global, yakni Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub Cutis, terdapat ujung-ujung pembuluh darah dan  syaraf. Saat terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus Sub Cutis), seseorang tidak akan merasakan nyeri. Hal itu disebabkan tidak berfungsinya ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent pengatur sensasi rasa yang rusak oleh luka bakar tersebut. Allah mengganti kulit penghuni neraka dengan kulit yang baru setiap kali kulit itu hangus terbakar, agar mereka merasakan pedihnya azab. Mengikuti Keith L. Moore (seniornya), Tejasen pun masuk islam dengan komentar Bagaimana mungkin Alquran yang diturunkan 14 abad yang lalu telah mengetahui fakta kedokteran ini?”.[94]
29.  Perbedaan sidik jari manusia, surat al-Qiyamah ayat 4. [95]
        “Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna”.
        Penafsiran Ibn Katsir pada ayat di atas hanyalah membahas seputar kekuasaan Allah menyusun tulang belulang secara sempurna dan menghidupkan kembali manusia pada hari kiamat.[96] Namun sesungguhnya pada tersebut terkandung isyarat ilmiah tentang sidik jari setiap manusia yang berbeda-beda.
Pada tahun 1884 M, di Inggris telah digunakan cara untuk mengenali seseorang melalui sidik jari. Kemudian cara ini diikuti pula oleh setiap negara. Demikian ini disebabkan bahwa kulit jari-jari mempunyai garis-garis lembut yang berbeda-beda bentuknya. Garis itu tidak akan berubah, berbeda dengan garis tubuh lainnya. [97]
30.  Aroma/bau manusia berbeda-beda, surat Yusuf 94. [98]
          Berkata ayah mereka: "Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf
Sejatinya tubuh manusia menghasilkan dua jenis kelenjar keringat: accrine dan apocrine. Kelenjar accrine adalah keringat bening dan tidak berbau (karena sebagian besar adalah air dan garam) seperti yang dikeluarkan oleh bayi, dan biasanya muncul di tangan, punggung, serta dahi. Adapun kelenjar apocrine terdapat di tempat-tempat di daerah yang tumbuh rambut. Seperti ketiak, kemaluan, serta di dalam hidung. Kelenjar apocrine mengeluarkan keringat yang mengandung lemak, protein dan karbohidrat. Bau badan muncul ketika bakteri di permukaan kulit mengurai keringat dari kelenjar apocrine ini menjadi asam yang menguap dan mengeluarkan bau tidak sedap (yang khas).  Bahkan menurut Mulyadi, dokter Klinik Medizone, penyakit seseorang bisa dikenali hanya dengan bau badannya.
a.      Bau amis ikan, (Hepatitis)  ketidak mampuan hati / Liver memproduksi enzim flavin monooxygenase yang berfungsi sebagai pengurai trimethylamine agar tidak menyebabkan bau amis pada keringat, urine dan bahkan pernapasan.
b.      Bau gula, Ilmu pengobatan tradisional China menyebutkan bau badan jenis ini menunjukkan kinerja organ tubuh tidak optimal. Misalnya karena kembung, masuk angin, pradiabetes, infeksi saluran napas,  diptheri dan maple syrup urine disease.
c.       Bau amonia atau pesing. Kekurangan  protein atau diet tinggi protein merupakan penyebab bau pesing pada keringat, sebab unsur amonia yang berbau tajam dan pesing terdapat pada urea yang dihasilkan dari metabolisme protein. Bau badan seperti ini banyak dialami oleh anak-anak kurang gizi, para atlet dan binaraga yang mengonsumsi banyak protein untuk membentuk massa otot.
d.      Bau aseton atau manis seperti buah-buahan. Pengidap diabetes biasanya bau keringat mirip apel, karena ia mengonsumsi insulin.
e.      Bau lansia. Kulit yang tidak sehat bisa menyebabkan bau badan mirip orang lanjut usia. Bau ini menunjukkan adanya peningkatan kadar asam palmitat di keringat yang dipicu oleh populasi bakteri yang meningkat pada lansia maupun orang dengan kulit tidak sehat. [99]
31.   Pada organ wudhu terdapat 493 titik akufuntur. Pada wajah 84, tangan 95, kepala 64, kaki 125  (plus telinga 125), surat al-Maidah ayat 6,
        "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”.
        Leopold Werner von Ehrenfels, Seorang psikiater dan sekaligus Profesor di bidang neurology berkebangsaan Austria menemukan bahwa pusat-pusat syaraf yang paling peka dari tubuh manusia ternyata berada di sebelah dahi, tangan, dan kaki. Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar. Dengan senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti orang akan memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya Leopold memeluk agama Islam dan mengganti nama menjadi Baron Omar Rolf Ehrenfels.
        Mokhtar Salem dalam bukunya Prayers a Sport for the Body and Soul menjelaskan, wudhu bisa mencegah kanker kulit. Bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel dan terserap oleh kulit, apabila dibersihkan dengan air (terutama saat wudhu), bahan kimia itu akan larut. Selain itu, wudhu juga menyebabkan seseorang menjadi tampak lebih muda. Ahli syaraf/neurologist pun telah membuktikan dengan air wudhu yang mendinginkan ujung-ujung syaraf jari-jari tangan dan jari-jari kaki berguna untuk memantapkan konsentrasi pikiran. [100]
32.   Hubungan antara orang yang berilmu, Al-Qur’ân dan Sujud, surat al-Isra ayat 107.
 “Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur’ân dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud’.
          Fidelma O’Leary, Professor di bidang neurologi dari St. Edward’s University, Amerika Serikat mendapat hidayah saat melakukan penelitian terhadap saraf otak manusia. Ia menemukan beberapa urat saraf di dalam otak manusia yang tidak dimasuki darah, ternyata darah akan memasuki urat saraf di dalam otak manusia secara sempurna jika melakukan sujud. Artinya, ketika manusia menunaikan ibadah shalat, otak akan mendapatkan suplai darah yang cukup untuk berfungsi secara normal.
Teori ini diperkuat  Hembing (Profesor Herbal), yang berpendapat bahwa jantung, hanya mampu memasok 20% darah ke otak manusia. Untuk mencukupi kebutuhan darah ke otak, maka manusia membutuhkan rutinitas sujud.
          Penemuan ilmiah di atas sekaligus menguak rahasia mengapa Rasulullah menyuruh kita bersujud Sahwi ketika ragu atau ada yang lupa dalam shalat (Hadits Riwayat Bukhari-Muslim) [101]. Dengan bersujud maka seolah-olah kita “mengocok” darah dan memberi nutrisi ke dalam otak sehingga pikiran menjadi fokus dan ingatan kembali fresh. 
Muhammad Dhiyaa’uddin Hamid (Prof.) mengatakan bahwa sujud adalah ‘aktivitas grounding’, yakni menetralisir radiasi listrik yang diserap tubuh dari perangkat listrik (elektronik) di sekitar kita. radiasi itu akan sangat membahayakan organ tubuh, terutama otak, bila tidak dinetralisir secara rutin.
Menurut penelitian H.A. Saboe, Profesor berbangsaan German, sujud juga berguna untuk membentuk dan memperbanyak kelenjar susu pada payudara wanita hamil, sehingga produksi ASI akan bertambah banyak dan lancar.
Sujud yang teratur sangat membantu untuk memperbaiki posisi bayi yang sungsang (mal presentasi). Dimana menurut Karno Suprapto, dokter dari RS Pondok Indah, Jakarta Selatan, "Kemungkinannya kembali ke posisi normal, berkisar sekitar 92%. Dan posisi bersujud ini tidak berbahaya karena secara alamiah memberi ruangan pada bayi untuk berputar kembali ke posisi normal." Itu sebabnya kini, banyak rumah sakit bersalin yang menganjurkan terapi sujud, bagi para wanita hamil. [102]
Maka dapat ditarik kesimpulan, Al-Qur’ân mengisyaratkan bahwa orang pintar (berilmu) jika dibacakan kepadanya Al-Qur’ân atau jika nilai-nilai Al-Qur’ân sudah ada dalam dirinya, ia pasti akan memperbanyak sujud karena dengan sujud bisa menyehatkan otak dan badan secara keseluruhan, dan dengan otak yang sehat maka ia bisa menggunakan akalnya secara optimal (sesuai teori Mens sana in corpore sano) sehingga ia dapat mempertahankan dan bahkan meingkatkan kepintarannya.
Walaupun penemuan-penemuan ilmiah yang disebutkan di atas telah dibuktikan melalui kajian, penelitian dan eksperimen ahli-ahli di bidangnya. Namun tetap saja ada kelompok orientalis yang meragukan Al-Qur’ân sebagai sumber ilmu atau pun sebagai wahyu tuhan. Mereka berasumsi bahwa sebagian ilmu-ilmu tersebut telah lebih dahulu ditemukan oleh ilmuwan dan filosof Yunani kuno pada zaman Hellenisme (zaman keemasannya) sebelum diturunkannya Al-Qur’ân atau sebelum lahirnya Muhammad SAW. Seperti Thales (640-545 SM, penemu teori zat utama dasar segala materi adalah air), Phitagoras (572-500 SM, ahli ilmu ukur dan aritmatik), Hippocrates (abad 5 SM, penemu teori sperma dihasilkan dari semua cairan dalam tubuh, disebarkan dari otak melalui sumsum tulang belakang kemudian melalui ginjal hingga testikel dan organ pria), Socrates  (470-399 SM), Democritus (460-370 SM, penemu konsep atom), Parmanides (450 SM), Heraclitos, Gorgias (427 SM), Plato (427 SM- 347SM, murid Socrates dan guru dari Aristoteles), Aristoteles (384-322 SM, bapak ilmu pengetahuan dengan teori manusia berkembang dari gumpalan darah), Galen dari Pergamus (129–216 M, mengungkap teori tulang diliputi daging). Terlebih lagi melihat kenyataan bahwa Manuskrip-manuskrip Yunani dikoleksi dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sekitar tahun 850 M oleh  “penjajah” muslim yang diantaranya adalah Hunayn ibn Ishaq, dengan kata lain Al-Qur’ân “mencontek” ilmu-ilmu Yunani. [103]
Sikap para orientalis terhadap Al-Qur’an tersebut bisa difahami karena mereka menerapkan kebiasaan ilmiah yang bertolak belakang dari “keraguan” dan “menyangsikan” sesuatu untuk menemukan “kebenaran” ilmiah. Mereka menyetarakannya dengan proses kreatif Shakespeare sehingga menganggap Muhammad sendiri lah yang “membuat” Al-Qur’an.[104] Sesungguhnya mereka lupa atau tidak tahu bahwa petunjuk dan ilmu-ilmu Allah tidak hanya turun ketika Muhammad SAW lahir, melainkan ia pun turun kepada nabi-nabi terdahulu --yang mereka sangka bukan nabi-nabinya umat Islam--. Bahkan Al-Qur’an yang qadim sudah sejak dulu ada tersimpan di Lauh Mahfûdh [105]  jauh sebelum manusia dan alam semesta ini diciptakan.
                  Semua penjelasan ayat-ayat di atas lebih mempertegas apa yang dikatakan Rachmat Syafe’i bahwa Al-Qur’ân mengandung berbagai ilmu dan pengetahuan yang dapat memberi manusia petunjuk kepada kebenaran, dan hal seperti ini amatlah sulit kemungkinannya dihasilkan oleh seorang Muhammad SAW. yang ummi bahkan untuk kaum cerdik, sastrawan dan filosof sekalipun. [106]
                  Sejatinya masih banyak  ayat Al-Qur’ân yang mengandung isyarat-isyarat ilmiah, mungkin sejalan dengan keterbatasan otak manusia, perkembangan ilmu dan teknologi yang ada pada saat ini belum bisa mengungkap semuanya. Seperti isyarat ilmiah yang ditunjukan pada surat ath-Thalaq ayat 12,
                  Bisakah ayat ini ditafsirkan bahwa Allah menciptakan tujuh bumi? Atau apakah ada planet yang persis sama seperti bumi?.
Dan pada surat asy-Syûra ayat 29
                  Apakah yang dimaksud “makhluk-makhluk yang melata yang Allah sebarkan diantara langit dan bumi”?.
                  Tentu saja isyarat-isyarat ilmiah seperti ini menjadi tantangan bagi kita supaya lebih keras berpikir untuk mengungkap ilmu-ilmu dari Allah SWT yang terpendam dalam Al-Qur’ân.
BAB  III
PENUTUP
III.1   KESIMPULAN
Masyarakat arab jaman dahulu, mereka sangat maju dan bangga dalam soal bahasa dan hasil sastra, maka Al-Qur’ân cocok turun untuk mengatasinya. Namun pada saat ini manusia lebih tertarik kepada hal-hal yang bersifat fragmatis; yakni hal-hal yang memberi manfaat dan kesejahteraan lahir saja. [107]
Pada saat ini masih banyak orang yang menganggap bahwa Al-Qur’ân tidak valid, ketinggalan jaman, dan tidak bisa menjawab tantangan jaman. Banyak juga yang memisahkan antara ilmu dan agama.
Padahal tanpa disadari, apa yang mereka temukan dan apa yang mereka pikirkan sudah ada di dalam Al-Qur’ân, jauh lebih dari 1400 tahun yang lalu. Di dalam Al-Qur’ân memuat peristiwa yang terjadi masa lalu yang belum di ketahui oleh siapapun, kemudian menceritakan masa itu, dan menceritakan masa depan. Jadi jelas bahwa Al-Qur’ân itu benar-benar sempurna. Penuh hikmah dan sarat dengan keilmuan kapanpun dan dimanapun.
Perlu diketahui bersama bahwa Allah memberikan pengetahuan kepada orang yang bersungguh-sungguh menunjukkan kemampuannya dan kesiapannya dalam bidang ilmu pengetahuan. Kalau seseorang ingin menjadi orang yang berilmu, maka harus memahami Al-Qur’ân. Karena sesungguhnya segala ilmu yang ada di dunia ini dari jaman dahulu sampai sekarang berasal dari Allah Yang Maha Mengetahui yang dituang di dalam Al-Qur’ân.
Seiring dengan diturunkannya Al-Qur’ân pada 14 abad yang lalu, lahirnya berbagai aliran pemikiran seperti aliran kalam, filsafat, madzhab, tasawwuf, politik, dan sekte kegamaan dalam Islam, itu semua berawal dari penafsiran terhadap Al-Qur’ân. Meskipun menghasilkan corak dan kecenderungan yang berbeda, semua aliran dan sekte tersebut sama-sama mendasarkan argumentasi dan mencari legitimasi pendapat mereka dari Al-Qur’ân, bahkan terkadang dari ayat yang sama.
                  Terlepas dari pro dan kontra, kehadiran tafsir ilmi mau tidak mau sudah menjadi suatu kebutuhan dalam rangka upaya meng-kontekstualisasi ajarannya agar tetap relevan di setiap zaman dan tempat. Dengan begitu, tugas terberat seorang mufasir dari dahulu sampai sekarang adalah mencari titik temu dan relevansi antara teks Al-Qur’ân dengan konteksnya. Lahirnya kajian tafsir ilmi ini, bukanlah lahir dari ruang yang hampa. Munculnya tafsir ilmi dalam khazanah inteleklual Islam merupakan respons supaya ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’ân tetap relevan dengan perkembangan zaman. Selain itu, tafsir ilmi juga berupaya memperbaiki pengetahuan seseorang yang telah ada dan membuka tabir makna ayat-ayat Al-Qur’ân tertentu yang belum mampu dipahami oleh umat sebelumnya secara baik.
                  Yang perlu dicermati dari tafsir ilmi adalah kapabilitas mufasir, penafsiran dan teori ilmiahnya itu sendiri. Seorang mufassir harus “beradab”, menguasai ilmu-ilmu tafsir dan mengenal perkembangan ilmiah terkini, Penafsirannya harus mengikuti kaidah-kaidah dan batas-batas penafsiran rasional yang tidak bertentangan dengan syari’at, dan teori-teori ilmiah yang dibahasnya sudah benar-benar mapan berdasarkan eksperimen atau pembuktian dari sumber-sumber yang kompeten di bidangnya.
                  Semua ayat-ayat yang disebutkan pada bab II.3 makalah ini memang tidak bisa dikatakan sebagai sekumpulan ilmu-ilmu, karena –--seperti yang telah penulis uraikan sebelumnya--- Al-Qur’ân lebih tepat disebut sebagai sumber ilmu, yang menjadi cikal bakal ilmu-ilmu yang ada pada saat ini. Tentu saja akal manusia sangat berperan penting dalam penafsiran  isyarat-isyarat ilmiah tersebut.
III.2   DAFTAR  PUSTAKA
                III.2.1    Rujukan Litelatur
§  Abdul Majid Abdussalam al-Muhtasib, Visi dan Paradigma, Tafsir Al-Qur’ân Kontemporer, Bangil Jatim: Al Izzah, 1997.
§  Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir, .Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
§  Ahmad Izzan, Ulumul Quran, Bandung:Tafakur, 2013
§  A. Hassan, Terjemah Bulughul Maraam, Bangil: CV. Pustaka Tamaam, 1991.
§  DigitalQur’ân Versi 3,  Software.
§  Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’ân, Bandung:Pustaka,1983, cet. Ke-1.
§  Howard R. Turner, Sains Islam yang Mengagumkan: Sebuah Catatan terhadap Abad Pertengahan, Terj. Zulfahmi Andri, Bandung: Nuansa, 2004, cet. Ke-1.
§  M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’ân/Tafsir, Jakarta:Bulan Bintang,1992, Cet. Ke-14.
§  M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’ân, Bandung: Mizan,1993.
§  M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’ân, Bandung: Mizan, 1996.
§  M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’ân, Jakarta:Lentera Hati, 2002, Edisi Baru, cet. ke-1.
§  Mahdi Ghulsani, Filsafat Sains Menurut  Al-Qur’ân, Bandung:Mizan, 1994, hal. 137
§  Mannâ’ Khalil al Qattân, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’ân, Terjemahan Mudzakir AS, Bogor:Pustaka Litera AntarNusa, cet ke-10, 2007.
§  Maurice Bucaille, Bibel, Qur'an dan Sains Modern,  Terjemahan HM. Rosyidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
§  Muhammad Husain adz-Dzahaby,  At-Tafsir wa al-Mufassirun li adz-Dzahaby, Software Maktabah Syamilah.
§  Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : ringkasan tafsir ibn katsir, Penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, jilid 4, cet. Ke-1.
§  Muhammad Nor Ichwan, Memasuki Dunia Al-Qur’ân, Semarang: Lubuk Raya, 2001.
§  Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005.
§  Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia,2012, Cet. Ke-1.
§  Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung:CV Pustaka Setia,2005, cet. Ke-III
§  Syekh Muhammad Ali ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, Semarang: Pustaka Amani, 2001, hal. 209
§  Qur’ânWord Versi 1.2.0, Software Created by Muhamad Taufik
                III.2.2   Rujukan Web Site
§  Ahmad Efendy, Tafsir Ilmi Saintifik,      http://ahmadefendy.blogspot.com/2010/08/tafsir-ilmi-saintifik.html , 17-09-2013, 15:00
§  BanyuBeningku.Blogspot.com, Nuansa Saintis dalam Al-Qur’ân, http://banyubeningku.blogspot.com/2010/12/nuansa-saintis-dalam-Al-Qur’ân.html, 9-11-2013, 23:55
§  IslamPos.com, Ini Tidak Mungkin! Muhammad Pasti Menggunakan Mikroskop, http://www.islampos.com/ini-tidak-mungkin-muhammad-pasti-menggunakan-mikroskop-20436/, 7-11-2013, 21:48
§  Islampos.com, Maurice Bucaile memutuskan untuk masuk Islam Setelah Meneliti Mumi Fir’aun, http://www.islampos.com/maurice-bucaille-memutuskan-untuk-masuk-islam-setelah-meneliti-mumi-firaun-27248/, 31 Oktober 2013, 11:50
§  IslamPos.com, Revolusi Janin dalam Tiga Kegelapan, http://www.islampos.com/revolusi-janin-dalam-tiga-kegelapan-77389/, 7-11-2013, 21:21 
§  Iwanblog.wordpress.com, Tumbuhan pun Bertasbih Kepada Allah, http://iwanblog.wordpress.com/2013/04/11/tumbuhanpun-bertasbih-kepada-allah/, 14-11-2013, 22:40
§  Kontan.co.id, Mendeteksi Kesehatan Lewat Aroma Tubuh, http://lifestyle.kontan.co.id/news/mendeteksi-kesehatan-lewat-aroma-tubuh, 9-11-2013, 15:45
§  KristenPenghujat.BlogSpot.com, Prof. Dr Tagatat Tejasen Ahli anatomi Masuk islam setelah meniliti Kebenaran ayat alqur'an, http://kristenpenghujat.blogspot.com/2012/03/prof-dr-tagatat-tejasen-ahli-anatomi.html, 8-11-2013 13:20
§  Lampu islam.blogspot.com, fakta ilmiah dalam al-quran bagian kedua, http://www.lampuislam. blogspot.com/2013/03/ fakta-ilmiah-dalam-al-quran-bagian-kedua.html, 25-9-2013, 15:55
§  M. Mansur Fauzi, Tafsir Ilmy, http://mohmansurfauzi.blogspot.com/2012/04/tafsir-ilmy.html  24-11-2013 : 20:30 
§  M. Quraish Shihab. Kebenaran ilmiah Al-Qur’ân, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Ilmiah. html, 25 september 2013, 10:39
§  NurulInayah.com, Mengaktifkan Alam Bawah Sadar, http://www.nurulinayah.com/2012/12/mengaktifkan-alam-bawah-sadar.html, 9-11-2013, 16:01
§  Republika.co.id, Subhanallah, Inilah Mukjizat Alquran tentang Pergerakan Gunung, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/25/m1fm9z-subhanallah-inilah-mukjizat-alquran-tentang-pergerakan-gunung,27-11-2013, 11:15
§  Rusiadi, Konsep-konsep Tafsir Tahlili, Rusiadi.blogspot.com/jumat/15januari2010/konsep-konsep tafsir tahlili, 17-09-2013, 15.25
§  TirtaAmijaya.com, Manajemen Fikiran Manusia, http://tirtaamijaya.com/2009/06/02/manajemen-fikiran-manusia-serial-great-life-edisi-1/, 9-11-2013, 15:58
§  Unikgaul.com, 5 Ilmuwan yang Masuk Islam setelah Riset Ilmiah, http://www.unikgaul.com/2013/01/5-ilmuwan-yang-masuk-islam-setelah.html. 31 Oktober
§  Yahoo.com, Para Ilmuwan Yang Jadi Mualaf Setelah Lakukan Riset Ilmiah....begitu indahnya islam untuk orang yang berfikir? http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20130510003306AAHSy3e, 13-11-2013, 15:02
§  Wikipedia, Maurice Bucaile, http://id.wikipedia.org/wiki/Maurice_Bucaille, 31 Oktober 2013, 11:39
§  Ziadah.wordpress.com , Al-Qur’an Induk dari Iptek, http://ziadah.wordpress.com/hikmah-al-quran/al-quran-induk-dari-iptek/, 27-11-2013, 13:49


[1] Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia,2012, Cet. Ke-2, hal. 60
[2] Q.S. al-Kahfi ayat 109, Luqman ayat 27, Isro’ ayat 85
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, Jakarta:Lentera Hati, Edisi Baru, cet-ke-1, hal. X (Kata Pengantar)
[4] Mahdi Ghulsani, Filsafat Sains Menurut  al-Qur’an, Bandung:Mizan, 1994, hal. 137
[5] Howard R. Turner, Sains Islam yang Mengagumkan: Sebuah Catatan terhadap Abad Pertengahan, Terj. Zulfahmi Andri, Bandung: Nuansa, 2004, cet. Ke-1, hal.38
[6] Ibid. hal. 37
[7] Ibid. hal. 41
[8] Rachmat Syafe’i, Loc. Cit., hal. 243
[9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Loc. Cit , hal. IX
[10] Muhammad Nor Ichwan, Memasuki Dunia al-Qur’an, Semarang: Lubuk Raya, 2001, hal. 254
[12]  M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta:Bulan Bintang,1992, Cet. Ke-14, hal. 178
[13]  M. Quraish Shihab. Kebenaran ilmiah al-Qur’an, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Ilmiah. html, 25 september 2013, 10:39
[15]  Muhammad Husain adz-Dzahaby,  At-Tafsir wa al-Mufassirun li adz-Dzahaby , Maktabah Syamilah, Lampiran 4, Hlm 308.
[16] Ahmad Efendy,  Loc.cit .
[17] Rusiadi, Konsep-konsep tafsir tahlili , Rusiadi.blogspot.com/jumat/15januari2010/konsep-konsep tafsir tahlili, 17-09-2013, 15.25
[18]  Ibid.
[19] Abdul Majid Abdussalam al-Muhtasib.Visi dan Paradigma, Tafsir al-Qur’an Kontemporer, Bangil Jatim: Al Izzah, 1997, Hlm. 258
[20] Abdul Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005, hal. 74
[21] Ahmad Izzan, Ulumul Quran, Bandung:Tafakur, 2013, hal. 175
[22] BanyuBeningku.Blogspot.com, Nuansa Saintis dalam Al-Qur’an, http://banyubeningku.blogspot.com/2010/12/nuansa-saintis-dalam-Al-Qur’ân.html, 9-11-2013, 23:55
[23] Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung:CV Pustaka Setia,2005, cet. Ke-III, hal. 172 (poin 1 s/d 3)
[24] Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005, hal. 16 (poin 4 dan 5)
[25] M. Mansur Fauzi, Tafsir Ilmy, http://mohmansurfauzi.blogspot.com/2012/04/tafsir-ilmy.html  24-11-2013 : 20:30 
[26] BanyuBeningku.Blogspot.com, Ibid. (poin 6 s/d 11)
[27] Ahmad Izzan, Loc.Cit, hal. 176
[28] BanyuBeningku.Blogspot.com, Op. Cit.
[29] Ibid.
[30] Rosihon Anwar, ibid, hal. 172
[31] Rachmat Syafe’i, Loc.Cit, hal. 61
[32] Mannâ’ Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’ân; diterjemahkan oleh Mudzakir AS, Bogor:Pustaka Litera AntarNusa, cet ke-10, 2007, hal. 386
[33] Ibid, hal. 389
[34] Ibid, hal. 386
[35] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, Bandung: Mizan,1993, Hal. 41
[36] Maurice Bucaille, Bibel, Qur'an dan Sains Modern,  Terjemahan HM. Rosyidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1979,  Hlm 251.
[37] Wikipedia, http://id.wikipedia.org/wiki/Maurice_Bucaille, 31 Oktober 2013, 11:39
[39] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta:Bulan Bintang,1992, Cet. Ke-14, hal. 98
[40] Ibid, hal. 193.
[41] Mannâ’ Khalil al Qattan, Loc.Cit, hal. 462.
[42] Rachmat Syafe’i, Loc.Cit, hal. 232
[43] Abdul Majid Abdussalam al-Muhtasib. Loc. Cit.
[44] Mannâ’ Khalil al Qattan, Loc.Cit, hal. 489
[45] Semua Teks dan terjemahan al-Qur’an dalam makalah ini dari Software Qur’anWord Versi 1.2.0 Created by Muhamad Taufik yang tersedia dalam Microsoft Word.
[46] Rosihon Anwar, Loc. Cit, hal. 226
[47] Rachmat Syafe’i,  Loc. Cit., hal. 242
[48] Ibid. hal. 228
[49] M. Quraish Shihab. Kebenaran ilmiah al-Qur’an, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Ilmiah. html, 25 september 2013, 10:39
[50] Rachmat Syafe’i, Loc.Cit , hal. 245
[52] Ibid.
[53] DigitalQur’an Versi 3,  Software.
[55]M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Loc. Cit., hal.158
[56] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, ibid, hal. 159
[57] Mannâ’ Khalil al Qattan, Loc.Cit, hal. 385
[58] M. Hasbi Ash-Shiddieqy,  Op. Cit, hal. 159
[59] Mannâ’ Khalil al Qattan, Ibid. Hal. 391
[61] M. Hasbi Ash-Shiddieqy,  Loc. Cit., hal. 249
[62] Mannâ’ Khalil al Qattan, Loc. Cit. Hal. 388
[63] Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an,. Bandung: Mizan, 1996, hal. 171-172
[64] Ibid.
[65] Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Bandung:Pustaka,1983, cet. Ke-1, hal. 108.
[66] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 204-208
[67] Unikgaul.com, ibid.   
[68] Ziadah.wordpress.com , Al-Qur’an Induk dari Iptek, http://ziadah.wordpress.com/hikmah-al-quran/al-quran-induk-dari-iptek/, 27-11-13:49
[69] Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : ringkasan tafsir ibn katsir,Penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, jilid 4, cet. Ke-1, hal. 763
[70] Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an,. Bandung: Mizan, 1996, hal. 171-172
[71] Lampu islam.blogspot.com, fakta ilmiah dalam al-quran bagian kedua, http://www.lampuislam. blogspot.com/2013/03/ fakta-ilmiah-dalam-al-quran-bagian-kedua.html, 25-9-2013, 15:55
[72] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 204-208
[73].Republika.co.id, Subhanallah, Inilah Mukjizat Alquran tentang Pergerakan Gunung, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/25/m1fm9z-subhanallah-inilah-mukjizat-alquran-tentang-pergerakan-gunung, 27-11-2013, 11:15
[74] Lampu islam.blogspot.com, fakta ilmiah dalam al-quran bagian kedua, http://www.lampuislam. blogspot.com/2013/03/ fakta-ilmiah-dalam-al-quran-bagian-kedua.html, 25-9-2013, 15:55

[75] Ziadah.wordpress.com , Loc. Cit., 27-11-13:49
[76] Unikgaul.com, 5 Ilmuwan yang Masuk Islam setelah Riset Ilmiah, http://www.unikgaul.com/2013/01/5-ilmuwan-yang-masuk-islam-setelah.html. 31 Oktober 2013, 11:39   
[77] Mannâ’ Khalil al Qattan, Loc. Cit. Hal. 388
[78] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 204-208
[79] BanyuBeningku.Blogspot.com, Loc .Cit.
[80] Iwanblog.wordpress.com, Tumbuhan pun Bertasbih Kepada Allah, http://iwanblog.wordpress.com/2013/04/11/tumbuhanpun-bertasbih-kepada-allah/, 14-11-2013, 22:40
[81] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 204-208
[82] Arrahmah.com, Subhanallah, ayat suci dalam kromosom manusia, http://www.arrahmah.com/news/2013/02/17/ subhanallah-ayat-suci-dalam-kromosom-manusia.html, 7-11-2013, 21:21 
[83] Quraish Shihab, Mukjizat al-Qur’an,. Bandung: Mizan, 1996, hal. 171-172
[84] Quraish Shihab, Ibid,  hal. 168
[85] BanyuBeningku.Blogspot.com, Loc .Cit.
[86] IslamPos.com, Ini Tidak Mungkin! Muhammad Pasti Menggunakan Mikroskop, http://www.islampos.com/ini-tidak-mungkin-muhammad-pasti-menggunakan-mikroskop-20436/, 7-11-2013, 21:48 
[87] IslamPos.com, http://www.islampos.com/revolusi-janin-dalam-tiga-kegelapan-77389/Ahad 3 Zulkaedah 1434 / 8 September 2013 11:02
[88] Rachmat Syafe’I, Perkuliahan Ilmu Tafsir Pasca Sarjana semester 1, 2013.
[89] Mannâ’ Khalil al Qattan, Loc. Cit. Hal. 388
[90] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 206
[91] NurulInayah.com, Mengaktifkan Alam Bawah Sadar, http://www.nurulinayah.com/2012/12/mengaktifkan-alam-bawah-sadar.html, 9-11-2013, 16:01
[92] TirtaAmijaya.com, Manajemen Fikiran Manusia, http://tirtaamijaya.com/2009/06/02/manajemen-fikiran-manusia-serial-great-life-edisi-1/, 9-11-2013, 15:58
[93] M. Mansur Fauzi, Loc.Cit.
[94] KristenPenghujat.BlogSpot.com, Prof. Dr Tagatat Tejasen Ahli anatomi Masuk islam setelah meniliti Kebenaran ayat alqur'an, http://kristenpenghujat.blogspot.com/2012/03/prof-dr-tagatat-tejasen-ahli-anatomi.html, 8-11-2013 13:20
[95] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 206
[96] Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : ringkasan tafsir ibn katsir,Penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, jilid 4, cet. Ke-1, hal. 866
[97] Syekh Muhammad Ali ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, Semarang:Peustaka Amani, 2001, hal. 209
[98] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 206
[99] Kontan.co.id, Mendeteksi Kesehatan Lewat Aroma Tubuh, http://lifestyle.kontan.co.id/news/mendeteksi-kesehatan-lewat-aroma-tubuh, 9-11-2013, 15:45
[101] A.Hassan, Terjemah Bulughul Maraam, (Bangil: CV. Pustaka Tamaam,1991), hal 207.
[104] Rachmat Syafe’i, Loc. Cit., hal. 35
[105] QS. Al-Burûj ayat  20-21
[106] Rachmat Syafe’i, Loc. Cit., hal. 60
[107] Rachmat Syafe’i, Ibid., hal. 62

2 komentar: