TAFSIR ILMI
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
MASALAH
I.1.1 Al-Qur’ân
Sebagai Sumber Ilmu
Al-Qur’ân sebagai pedoman hidup umat manusia dari
Allah SWT, sudah seharusnya mengandung petunjuk, jalan, cara dan pola hidup di
dunia. Sedangkan manusia yang pada awalnya tidak mengetahui apa-apa tentang
kehidupannya, dituntut untuk bisa dan mampu menjalani, dan memenuhi kebutuhan
kehidupannya sendiri. Namun sebagai mahluk sosial, manusia pun dituntut untuk
tidak mengganggu kepentingan manusia lainnya dalam pemenuhan kebutuhan
tersebut. Sehingga kehadiran Al-Qur’ân diharapkan menjadi aturan yang dapat
menertibkan kehidupan seluruh manusia di dunia sebagai upaya pengabdian kepada
tuhan-Nya ---yang pada ahirnya menjadi syarat untuk hidup layak di aherat---.
Al-Qur’ân datang dengan petunjuk yang sempurna untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Hal ini meliputi perbaikan akidah, ibadah,
akhlak, fanatisme suku, politik ekonomi dan peran wanita. Ia juga hadir untuk
membebaskan akal pikiran, mencegah paksaan dan kesemena-menaan dalam soal
agama. [1]
Segala
petunjuk yang ada dalam Al-Qur’ân tersebut haruslah
diketahui dan menjadi pengetahuan atau ilmu bagi manusia. Karena keterbatasan
akal manusia, ilmu-ilmu yang ada dalam Al-Qur’ân tidaklah bisa langsung
difahami seluruhnya ---walaupun sebetulnya semua ilmu yang ada Al-Qur’ân itu
hanya sebagian kecil yang Allah berikan [2]---.
Keterbatasan manusia dalam menggali ilmu-ilmu Al-Qur’ân
tidak lepas dari perbedaan pemahaman makna, pengetahuan rahasia-rahasia dan
pengamalan apa yang terkandung di dalamnya. Sejalan dengan itu maka
bermunculanlah tafsiran-tafsiran Al-Qur’ân yang berbeda-beda pula sesuai dengan
keilmuan masing-masing ahli tafsir, jaman dan tempat tinggal dimana mereka
hidup.
Al-Qur’ân al-Karim turun sedikit demi sedikit
selama sekitar 22 tahun lebih. Ayat-ayatnya berinteraksi dengan budaya dan
perkembangan masyarakat yang dijumpainya. Kendati demikian, nilai-nilai yang
diamanahkannya dapat diterapkan pada setiap situasi dan kondisi. Mufasir dituntut
untuk bisa menjelaskan nilai-nilai tersebut sesuai dengan perkembangan
masyarakatnya sehingga Al-Qur’ân dapat benar-benar berfungsi sebagai petunjuk,
pemisah antara hak dan batil serta menjadi jalan keluar bagi setiap problema
kehidupan yang dihadapi. Mufasir dituntut pula untuk menghapus kesalahpahaman
terhadap Al-Qur’ân atau kandungan ayat-ayatnya sehingga pesan-pesan Al-Qur’ân
dapat diterapkan dengan sepenuh hati dalam kehidupan pribadi dan masyarakat. [3]
Pandangan yang menganggap Al-Qur’ân sebagai sebuah sumber
seluruh pengetahuan ini bukanlah sesuatu yang baru, sebab kita mendapati banyak
ulama besar kaum muslim terdahulu pun berpandangan demikian. Di antaranya
adalah imam al-Ghazali. Dalam buku Ihya’ Ulumuddin, beliau mengutip kata-kata
Ibnu Mas’ud: “jika seseorang ingin memiliki pengetahuan masa lampau dan
pengetahuan modern, selayaknya dia merenungkan Al-Qur’ân”. Selanjutnya
beliau menambahkan “ringkasnya, seluruh ilmu tercakup di dalam karya-karya
dan sifat-sifat Allah, dan Al-Qur’ân adalah penjelasan esensi, dan sifat-sifat
dan perbuatan-Nya”. Tidak ada batasan terhadap ilmu-ilmu ini dan
di dalam Al-Qur’ân terdapat indikasi pertemuannya (Al-Qur’ân dan ilmu-ilmu).[4]
I.1.2 Lahirnya Tafsir Ilmi
Penafsiran ilmiah dari
ayat-ayat Al-Qur’ân dimulai sejalan dengan
dibukanya pintu ijtihad, itulah makanya Tafsir ilmi termasuk pada klasifikasi
Tafsir ar-Ra’yi karena dalam penyampaiannya sedikit banyak menggunakan
akal/rasio dan Ijtihad. Seperti
diketahui, tafsir ar-Ra’yi muncul di
saat syari’at Islam bersinggungan dengan perkembangan ilmu-ilmu dan filsafat Yunani yang mendahulukan akal.
Sejak kemunculan Islam dari tanah arab,
semangat penaklukan muslim dan antusiasme yang menggiringnya untuk menggali dan
memanfaatkan kekayaan intelektual dan perdagangan yang menanti di setiap
komunitas yang mereka taklukan, telah mendorong kaum muslimin untuk melampaui
perkembangan teknologi praktis. Masa tersebut betul-betul terpampang bagi
kemajuan intelektual, seni, dan ilmiah yang dicapai diseluruh ranah Islam pada
masa antara tahun 800 hingga 1600 Masehi. [5]
Ketika kaum Muslim menaklukan Bizantium, di
abad ke-8 para pemimpin dan cendikiawan Muslim menemukan perpustakaan yang
menyimpan naskah-naskah keberhasilan sains Yunani dari abad ke-4 sebelum Masehi
sampai abad ke-2 setelah Masehi.[6] Kemajuan sains islam pada beberapa abad
permulaan, ditandai dengan banyaknya perpustakaan-perpustakaan dan pusat-pusat
belajar di timur dan barat. Berdirinya Bayt al-Hikma yang tumbuh subur pada
masa Abasiyah Baghdad abad ke-9 yang merupakan pusat pendidikan, penelitian
kesarjanaan husus. Di Kordoba (Spanyol) di bawah kepemimpinan Umayyah,
didirikan pula pusat-pusat pendidikan, yang menarik para pelajar dan sarjana
dari seluruh wilayah Islam. Pada abad ke-10, Kairo yang berada di bawah
pemerintahan dinasti Fatimiyah memiliki salah satu perpustakaan yang 40
ruangannya berisi ribuan karya-karya sain kuno. Pada abad inilah al-Azhar dan madrasah-madrasah
didirikan sebagai sekolah pelatihan bagi para ahli ibadah. [7]
Pada
jaman keemasannya, Islam mengalami perluasan dan perkembangan ke berbagai
daerah, sehingga terjadi pula perkembangan pengetahuan keislaman dengan
berbagai macam dan ragamnya. Demikian pula para ulama semakin mendalami
ilmu-ilmu yang ditekuninya yang ditandai dengan munculnya berbagai hasil karya
ilmiah mereka, termasuk tafsir Al-Qur’ân
dengan berbagai macam corak dan orientasi sesuai dengan latar belakang ilmu
mereka. [8]
Keilmuan
dan kemampuan para penafsir yang
bertingkat-tingkat mengakibatkan apa yang dicerna atau diperoleh oleh mereka
pun bertingkat-tingkat. Kecenderungan setiap penafsir pun berbeda-beda sehingga
apa yang dihidangkan dari pesan-pesan ilahi dapat berbeda antara yang satu dan
yang lainnya. Jika si Fulan memiliki kecenderungan hukum, maka tafsirnya berbicara tentang hukum, Kalau kecenderungannya itu filsafat, maka
tafsir yang dihidangkannya bernuansa filosofis. Kalau
studi yang diminatinya adalah bahasa, maka tafsirnya banyak berbicara tentang aspek-aspek kebahasaan. [9]
Tidak
terkecuali, jika si
penafsir menguasai bidang ilmu kekinian atau mengenal temuan-temuan ilmiah
terkini, maka tafsir yang disajikannya akan sedikit banyak membahas korelasi
antara ayat-ayat Al-Qur’ân dengan temuan-temuan ilmiah. Dengan begitu, kelahiran tafsir ilmi dalam
diskursus tafsir Al-Qur’ân adalah suatu hal yang wajar, kalau bukannya sebuah
keniscayaan sejarah.[10]
Husain Al-Zahabiy, dalam
Al-Tafsir wa Al-Mufassirun mengemukakan
bahwa corak
penafsiran ilmiah ini telah lama dikenal. Benihnya bermula pada masa Dinasti
Abbasiyah, khususnya pada masa pemerintahan Khalifah Al-Ma'mun (w. 853 M),
akibat penerjemahan kitab-kitab ilmiah. Namun, agaknya, tokoh yang paling gigih
mendukung ide tersebut adalah Al-Ghazali (w. 1059 - 1111 M) yang secara panjang lebar dalam kitabnya,
Ihya' 'Ulum Al-Din dan Jawahir Al-Qur’ân mengemukakan alasan-alasan untuk
membuktikan pendapatnya itu. Al-Ghazali mengatakan bahwa: "Segala macam
ilmu pengetahuan, baik yang terdahulu (masih ada atau telah punah), maupun yang
kemudian; baik yang telah diketahui maupun belum, semua bersumber dari Al-Qur’ân Al-Karîm." [11]
Mungkin tafsir yang dimaksud inilah yang akan penulis
coba teliti. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur penulis dan
akan menjadi bahan presentasi diskusi tentang Tafsir Ilmi pada Prodi Hukum
Keluarga / Akhwal Al-Syahsiyah Semester 1 Magister/Pasca Sarjana UIN SGD
Bandung Tahun 2013.
I.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam penulisan makalah ini
mengacu kepada silabus ke-16 pada Mata Kuliah Ilmu Tafsir Semester I Program Studi Hukum Keluarga /
Akhwal Syahsiyyah Program
Magister / Pasca Sarjana di bawah bimbingan Prof. DR. KH. Rachmat Syafe’i,
M.A.
Maka penulisan
makalah ini hanya akan membahas perihal yang berkaitan dengan:
1.
Apa pengertian Tafsir Ilmi?
2.
Bagaimanakah Batas-batas penafsiran ilmiah?
3.
Dimanakah Kandungan Al-Qur’ân tentang ilmu?
I.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini pada awalnya
adalah untuk memenuhi tugas terstruktur penulis pada Mata Kuliah Ilmu Tafsir
seperti yang umumnya dibebankan kepada para mahasiswa di semester I Prodi Hukum
Keluarga/Akhwal Syahsiyyah, namun pada akhirnya, karya tulis ini memiliki tujuan-tujuan
husus yaitu:
1.
Untuk mengetahui pengertian Tafsir Ilmi.
2.
Untuk Mengetahui batas-batas penafsiran ilmiah.
3.
Untuk mengetahui Kandungan Al-Qur’ân tentang ilmu.
I.4 MANFAAT PENULISAN
Manfaat dari penulisan makalah ini bukan
sekedar untuk memenuhi tugas terstruktur penulis pada Mata Kuliah Ilmu Tafsir.
Tapi lebih dari itu, diharapkan hususnya penulis, Teman-teman penulis di
semester I Prodi Hukum Keluarga/Akhwal Syahsiyyah dan masyarakat intelektual
pada umumnya, dapat memperoleh manfaat ilmiah dari penulisan ini. Adapun manfaat dari penulisan makalah ini
adalah:
1.
Dapat mengetahui pengertian Tafsir Ilmi.
2.
Dapat mengetahui bata-batas penafsiran Ilmiah.
3.
Dapat mengetahui kandungan Al-Qur’ân tentang ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1
PENGERTIAN TAFSIR ILMI
Secara
bahasa tafsir berarti “menerangkan dan menyatakan”, menurut Al-Zarkasy dalam
al-Burhan secara istilah tafsir adalah “menerangkan makna-makna Al-Qur’ân dan
mengeluarkan hukum-hukum dan hikmah-hikmahnya. [12]
Malik
bin Nabi di dalam kitabnya Intaj Al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi Al-Fikriy
Al-Hadits, menulis: "Ilmu pengetahuan adalah sekumpulan masalah serta
sekumpulan metode yang dipergunakan menuju tercapainya masalah tersebut”.[13]
Ilmy atau ilmi bisa juga disebut dengan kata ilmiah yang berarti sesuatu
yang mengandung ilmu atau pengetahuan. Kata
‘ilm dan berbagai derivasinya kerap digunakan dalam Al-Qur’ân dalam arti umum
pengetahuan (knowledge), termasuk untuk sains dan ilmu-ilmu kemanusiaan
(sciences of nature and humanities). Selain itu, dalam Al-Qur’ân juga digunakan
untuk pengetahuan yang diwahyukan (revealed) sekaligus digunakan untuk
pengetahuan yang diperoleh di luar wahyu (acquired). [14]
Ada beberapa
ulama yang mendefinisikan pengertian Tafsir Ilmi secara istilah. Diantaranya :
1.
Muhammad Husain adz-Dzahaby dalam kitabnya At-Tafsir wa al-mufassirun li al-Dzahaby, mendefinisikan Tafsir ilmi dengan
اَلتَفْسِيرُ
الذِى يُحَكِّم الاِصْتِلاحَاتِ العُلُمِيةِ فِى عِبَارَاتِ
القُرْاَنِ وَيَجْتَهِدُ فِى اِسْتِخْرَاجِ مُخْتَلِفِ العُلُومِ وَالاَرَاءِ
الفَلْسَفِيَّةِ مِنْهَا
“Tafsir
yang menetapkan
istilah-istilah ilmiah di dalam pengibaratan ayat-ayat Al-Qur’ân dan
berusaha mengeluarkan berbagai ilmu dan pandangan secara falsafah dari padanya”. [15]
2.
Abdul Al-Majid Abdul
Salam Al-Mahrasi juga memberikan definisi tafsir ilmi
sebagai berikut:
اَلتَفْسِيْرُ
العِلْمِىُ هُوَ التَفْسِيرُ الذِى يَتَوَحَى اَصْحَابُهُ اِخْضَاعَ عِبَاراتِ
القُرْاَنِ لِلنَظَرِيَاتِ وَالاِصْتِلاحَاتِ العُلُمْيةِ وَبَدَلا لاَقصَى
الجُهْد فِى اِسْتِخْرَاجِ مُخْتَلِفِ مَسَائِلِ العُلُومِ وَالاَرَءِ الفَلْسَفِيةِ مِنهَا
“Tafsir ilmi adalah tafsir yang mufasirnya mencoba
menyingkap ibarat-ibarat dalam Al-Qur’ân, yaitu mengenai beberapa pandangan
ilmiah dan istilahnya serta mengerahkan segala kemampuan dalam menggali
berbagai problema ilmu pengetahuan dan pandangan-pandangan yang bersifat
falsafi.” [16]
3.
Amin al-Khuli
mendefenisikan tafsir ilmi dengan “tafsir yang memaksakan istilah-istilah
keilmuan kontemporer atas redaksi Al-Qur’ân dan berusaha menyimpulkan berbagai
ilmu dan pandangan-pandangan filosofis dari redaksi Al-Qur’ân”. [17]
4.
Said Agil Husni al-Munawar mengatakan bahwa Tafsir Ilmi merupakan Penafsiran
ayat-ayat kauniyah yang terdapat dalam Al-Qur’ân dengan mengkaitkannya dengan
ilmu-ilmu pengetahuan modern yang timbul pada masa sekarang. [18]
5.
Abdul Majid Abdul Muhtasib berpendapat tafsir ilmi merupakan tafsir yang memberikan
redaksi Al-Qur’ân ke bawah teori dan istilah-istilah sains keilmuan dengan
mengarahkan segala daya untuk menyimpulkan berbagai masalah keilmuan dan
pandangan filosof dari redaksi Al-Qur’ân. [19]
6.
Abdul Mustaqim dalam
bukunya menyebutkan tafsir ilmi adalah tafsir yang menempatkan berbagai
terminologi ilmiah dalam ajaran-ajaran tertentu atau berusaha mendeduksi
berbagai ilmu serta pandangan-pandangan filosofisnya dari ayat-ayat Al-Qur’ân. [20]
Ayat-ayat
Al-Qur’ân yang menyinggung tentang persoalan ilmu-ilmu
sains dan teknologi oleh para ahli tafsir disebut sebagai ayat kauniyah
atau ‘ulûm. [21]
Dari semua definisi di atas terdapat kesamaan kata kunci,
yaitu istilah
ilmiah, ayat Al-Qur’ân dan pandangan filosofis. Maka
dapat disimpulkan bahwa Tafsir Ilmi adalah tafsir yang membahas tentang ayat-ayat
Kauniyah (penciptaan) dalam Al-Qur’ân dan pandangan falsafah yang ada di
dalamnya, yang penafsirannya dipadukan
dengan teori-teori dan penemuan-penemuan sains, di mana hal tersebut tidak/belum
diketahui pada jaman Al-Qur’ân diturunkan.
Ada berbagai penilaian
para pakar tentang tafsir ilmiah. Pertama, ada pendapat bahwa tafsir
ilmiah berfungsi sebagai tabyin, yakni menjelaskan teks Al-Qur’ân dengan
ilmu pengetahuan dan tehnologi yang dimiliki mufassir. Kelompok ini
diwakili oleh al Zahabi dan Abu Hamid al Ghazali (w. 1111 M). Kedua, ada
yang cenderung melihat fungsinya sebagai i’jaz Al-Qur’ân, yakni
pembuktian atas kebenaran teks Al-Qur’ân dalam pandangan ilmu pengetahuan yang
selanjutnya dapat memberikan stimulan bagi umat Islam, khususnya para
ilmuwan dalam meneliti (investigate) ilmu pengetahuan melalui teks Al-Qur’ân.
Kelompok ini diwakili oleh Imam al Suyuthi dan Muhammad bin Ahmad al
Iskandaran.Ketiga, berkeinginan menjadikan penafsiran ini sebagai istikhraj
al ‘ilm, yaitu teks atau ayat-ayat Al-Qur’ân mampu melahirkan dan
memperkuat teori-teori ilmu pengetahuan mutakhir dan modern. Kelompok terakhir
ini diwakili oleh Muhammad Ali Iyazi (1333 H) dan Abu al Fadl al Mursi. [22]
Dari segi cara penafsirannya Tafsir Al-Qur’ân terbagi dua
yaitu Tafsir bi al-Matsur (riwayah) dan Tafsir bi al-Ra’yi (akal). Menurut
Pengamatan penulis, dari klasifikasi tersebut maka tafsir ilmi bisa termasuk
tafsir bi al-Ra’yi. Sedangkan
dari segi dan aspek pembahasannya, tafsir ilmi bisa disebut sebagai penjelasan
salah satu aspek kemukjijatan Al-Qur’ân, yaitu kemukjijatan ilmiah.
Ada
beberapa kitab tafsir yang dalam penafsirannya menggunakan
pendekatan ilmiah yaitu diantaranya :
1.
Tafsir Al-Kabir (Mafatih al-Ghaib), karya Fakhr ar-Razi.
2.
Ihya Ulumuddin dan Jawahir
Al-Qur’ân, karya Al Ghozali.
4.
Al-Islam fi al-Ashr al-‘ilmi karya Muhammad Ahmad al-Ghamrawy.
6.
Anwar at-Tanzil wa
Asrar at-Ta’wil karya Al-Baedhawi (w. 691 H).
7.
Gharaib al-Qur’an wa
Raghaib al-Furqan karya Nidham ad-Din al-Qummi
(w. 728 H).
8.
Al-Burhan fi Ulum
al-Qur’an karya Az-zarkasyi (w. 794 H).
9.
Mahasin at-Ta’wil karya Muhammad Jalaluddin al-Qasimi.
10.
I’jaz al-Qur’an wa
Balaghah an-Nabawiyah karya Mustafa Shadiq `r-Rafi’i.
12.
Menurut penulis, tafsir kontemporer Al-Misbah karya Quraish
Syihab juga bisa digolongkan kepada tafsir ilmi melalui penafsiran-penafsiran
ilmiahnya sebagaimana ia ungkap dalam berbagai bukunya, yang diantaranya adalah
Membumikan Al-Qur’ân dan Mukjizat Al-Qur’ân.
Menurut Fazlur Rahman, kitab al
Jawahir fi Tafsir Al-Qur’ân al Karîm karya Tanthawi Jauhari dinilai sebagai kitab tafsir yang bercorak ilmiah, yang
pada masanya telah memberikan ghirah tersendiri bagi umat Islam,
khususnya dalam memahami, mendalami, dan menguasai perkembangan ilmu
pengetahuan. Dalam kitab tafsir ini, Tanthawi Jauhari menggunakan pelbagai data ilmiah sebagai variabel dalam menjelaskan ayat Al-Qur’ân.
Tafsir ini terdiri dari
25 jilid, dan pertama kali dicetak di Kairo oleh penerbit Muassasah Musthafa
al Babi al Halabi tahun 1350 H / 1929 M. Sementara cetakan ketiga di
Beirut, Dar al Fikr tahun 1395 H/1974. [26]
Menurut perhitungan al-Ghazali, dalam Al-Qur’ân
terdapat 763 ayat-ayat kauniyah.[27] Sedangkan menurut Tanthawi, tidak kurang dari 750 ayat Al-Qur’ân berbicara
dan mendorong manusia ke arah kemajuan ilmu pengetahuan. Ia heran mengapa mufassir
klasik hanya mengkaji dan menekankan banyak hal tentang ilmu fiqh
–yang tidak lebih dari 500 ayat sharih- dan lengah terhadap arahan Al-Qur’ân
tentang ilmu tumbuh-tumbuhan, biologi, ilmu hitung, fisika, sosial dan seterusnya.
Inilah salah satu hujah mengapa Tanthawi kemudian memunculkan satu corak
tafsir dengan pendekatan ilmiah, sebagaimana tertuang dalam muqadimah
tafsirnya.[28]
Menurut Jansen dalam
bukunya yang dalam edisi Indonesia-nya berjudul “Diskursus Tafsir Al-Qur’ân
Modern”, model penafsiran Tanthawi cukup mempengaruhi sebagian besar masyarakat
ketika itu, bahkan hingga kini, terutama mereka yang bergerak di bidang ilmu
alam, fisika, biologi dan sebagainya. Namun begitu, tetap saja ada sekelompok
orang yang justru menyerang pendapat-pendapat Tanthawi. Serangan-serangan itu
dijawabnya dengan senyum dan hujjah intelektual. [29]
II.2
BATAS-BATAS PENAFSIRAN ILMI-AH
II.2.1 Kebenaran ilmiah Al-Qur’ân tidak perlu
Pembuktian
Perlu diluruskan terlebih dahulu bahwa Allah menurunkan Al-Qur’ân
bukan untuk menjelaskan teori-teori ilmiah, terminologi-terminologi disiplin
ilmu, dan macam-macam pengetahuan. Mengaitkan Al-Qur’ân dengan teori-teori
ilmiah dihawatirkan akan adanya penakwilan secara paksa agar ayat-ayat Al-Qur’ân
sesuai dengan teori-teori ilmiah sehingga akan mereduksi kemukjizatan Al-Qur’ân
dan akan mendistorsi misi-misinya untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan dan
mengembalikan manusia ke jalan Allah. Hal inilah yang dihawatirkan
oleh para ulama yang menolak hadirnya corak tafsir ilmi. Yang
seharusnya terjadi adalah temuan-temuan ilmiah lah yang harus disesuaikan
dengan Al-Qur’ân.[30]
Jangan
sampai terjadi seorang mufassir ilmi, ketika mengetahui penemuan baru, lalu
mereka cepat-cepat mencari ayat yang menunjang teori ilmu pengetahuan tersebut.
Sehingga yang terjadi bukanlah ilmu pengetahuan menafsirkan Al-Qur’ân tetapi
justru sebaliknya, Al-Qur’ân yang menafsirkan ilmu pengetahuan.
Al-Qur’ân tidak menjadikan semua ilmu-ilmu kauniat
menjadi pembahasannya karena hal itu mengalami perkembangan. Jika dijumpai ayat
yang menunjuk hal itu, tidaklah dimaksudkan untuk menjelaskan hakikat ilmu
tersebut, ia hanya bersifat hidayah. Akan tetapi, Al-Qur’ân mendorong manusia
untuk memperhatikan isi alam ini. Bahkan ayat-ayat yang demikian itu menunjukan
bahwa Allah-lah sebagai pemelihara dan pengatur. [31]
Mannâ Khalil al-Qattân mengatakan bahwa kemukjizatan
ilmiah Al-Qur’ân bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah
yang selalu baru dan berubah serta merupakan hasil usaha manusia dalam
penelitian dan pengamatan. Tetapi ia terletak pada dorongannya kepada
manusia untuk berpikir dan menggunakan akal. Banyak terdapat ayat-ayat Al-Qur’ân yang mendorong kaum
muslimin untuk memikirkan (tafakur) mahluk-mahluk yang ada di langit dan bumi. [32]
Al-Qur’ân
membukakan pintu-pintu pengetahuan dan mengajak umat Islam untuk memasukinya,
maju di dalamnya dan menerima segala ilmu pengetahuan baru yang mantap dan
stabil.[33] Al-Qur’ân
mendorong manusia agar memperhatikan dan memikirkan alam. Ia tidak mengebiri
aktivitas dan kreatifitas akal dalam memikirkan alam semesta, atau atau
menghalanginya dari penambahan ilmu pengetahuan yang dapat dicapainya. Dan
tidak ada sebuah kitab pun dari kitab-kitab agama terdahulu memberikan jaminan
demikian seperti yang diberikan oleh Al-Qur’ân. [34]
Sebagaimana
yang dikemukakan M. Quraish Shihab,
bahwa membahas hubungan Al-Qur’ân dengan ilmu pengetahuan bukan dinilai
dengan banyaknya cabang-cabang ilmu pengetahuan yang tersimpul di dalamnya,
bukan pula dengan menunjukkan teori-teori ilmiah, tetapi pembahasan hendaknya
diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian Al-Qur’ân
dan sesuai dengan logika ilmu pengetahuan itu sendiri. [35]
Pada zaman modern ini, banyak kita temukan
orang-orang yang mencoba menafsirkan beberapa ayat Al-Qur’ân dengan sorotan pengetahuan
ilmiah modern. Dengan tujuan untuk menunjukkan mukjizat Al-Qur’ân dalam bidang
keilmuan untuk meyakinkan orang-orang non muslim akan keagungan dan keunikan Al-Qur’ân
dan untuk menjadikan kaum muslimin bangga memiliki kitab agung ini.
Sebenarnya usaha untuk membuktikan tentang
hubungan antara Al-Qur’ân dan sains tidak saja dilakukan oleh orang-orang Islam
namun semacam ini pernah dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan non muslim atau para
orientalis. Seperti Maurice Bucaille misalnya, seorang dokter bedah berkebangsaan
Perancis, telah melakukan usaha yang sama. Ia tiba-tiba terkenal sebagai
seorang ahli tafsir dengan bukunya “Bibel, Qur'an dan Sains Modern”. Menurutnya, Al-Qur’ân bukan saja dipandang dapat berbicara tentang
surga dan neraka tetapi juga tentang penemuan-penemuan ilmiah mutakhir. Al-Qur’ân
seakan-akan mempunyai makna baru yang betul-betul sesuai dengan data ilmu pengetahuan
modern. [36]
Buku yang berjudul asli dalam bahasa Perancis “La Bible, le Coran et la Science” (1976) menjadi best-seller
internasional di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa
utama umat Muslim di dunia. Bucaille menjadi ternama dengan karyanya ini.
Karyanya ini mencoba menerangkan bahwa Al-Qur’ân sangat konsisten dengan ilmu
pengetahuan dan sains, namun bahwa Alkitab atau Bibel tidaklah demikian.
Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan
penurunannya bisa diragukan. [37]
Dikutip dari
IslamPos.com, Maurice Bucaille memutuskan untuk masuk
Islam setelah meneliti Mumi Fir’aun, hatinya tergetar ketika
mendengar Surat Yunus ayat 92, yang dibacakan oleh seorang ilmuwan muslim yaitu
ayat tentang akan ditemukannya mayat Fir’aun. Keterangan ini tidak ia temukan
di kitab Bible maupun Taurat. Ia meyakini kebenaran Al-Qur’ân yang turun pada
abad ke 8 masehi, padahal ditemukannya mayat Fir’aun itu tahun 1898 masehi (setelah
seribu tahun lebih). Yang lebih meyakinkannya lagi adalah ia menemukan
sisa-sisa garam laut pada mayat tersebut. Menurutnya, tidak
mungkin Rasulullah mengetahui hal tersebut terus menuliskannya dalam Al-Qur’ân,
karena pengungkapan rahasia seperti ini tidak mungkin diketahui kecuali dengan
perkembangan ilmu modern, melalui peralatan canggih yang mutakhir dan akurat.[38]
Muarice Bucaille adalah salah satu dari
sekian banyak ilmuwan orientalis yang masuk Islam setelah menemukan kebenaran
ilmiah dalam Al-Qur’ân. Tetapi tentu saja penafsiran-penafsiran mereka terhadap
sisi ilmiah Al-Qur’ân tidak serta merta membuat mereka menjadi ahli tafsir, atau
buku-buku ilmiah mereka tidak serta merta menjadi sebuah Tafsir Ilmi. Karena
sejatinya seseorang layak menjadi penafsir Al-Qur’ân jika ia telah menguasai
ilmu Dirayah dan ilmu Riwayah Al-Qur’ân.
II.2.2
Kompetensi Ahli Tafsir
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, untuk
menafsirkan Al-Qur’ân dan memahaminya dengan sempurna, bahkan untuk
menterjemahkannya, diperlukan benar-benar ilmu-ilmu Al-Qur’ân. Karena ilmu-ilmu
ini yang akan menjadi alat untuk tafsir. Karena itu ilmu-ilmu inilah yang
sebenarnya dinamai ilmu-ilmu tafsir, atau ilmu-ilmu Al-Qur’ân. [39]
Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa ilmu-ilmu yang harus
dikuasai oleh seorang penafsir Al-Qur’ân adalah :
1.
Lughat Arabiyah.
2.
Undang-undang/aturan-aturan Bahasa Arab, yaitu Nahwu dan
Shorof
3.
Ilmu Ma’ani, Bayan dan Badi’. Dengan ilmu Ma’ani
diketahui khasiat-khasiat susunan pembicaraan dan pengertian-pengertiannya.
Dengan ilmu Bayan diketahui susunan perkataan yang berlain-lainan. Dengan ilmu
Badi’ diketahui jalan-jalan keindahan pembicaraan.
4.
Dapat menentukan yang Mubham, dapat menjelaskan yang
Mujmal dan dapat mengetahui Asbab al-Nuzul, Nasakh Mansukh.
Penjelasan-penjelasan ini di dapat dari Hadits.
5.
Mengetahui Ijmal, Tabyin, ‘Amm, Khash, Itlaq, Taqyid, Petunjuk
Suruhan, Petunjuk Larangan dan yang lainnya. Penjelasan ini diambil dari Ushul
Fiqh.
6.
Ilmu Kalam.
7.
Ilmu Qira’at, dengan ilmu ini dapat diketahui bagaimana
cara menyebut kalimat-kalimat sehingga dapat
mentarjihkan sebagian ke-Muhtamil-an atas sebagiannya. [40]
Al-Qattân menambahkan, selain harus
menguasai ilmu-ilmu di atas, sebelum menafsirkan dengan ijtihadnya, seorang
mufasir pun dituntut untuk :
1. Berakidah yang benar guna terhindar dari penafsiran yang
menyimpang dari akidah.
2. Bersih dari hawa nafsu, kepentingan pribadi, madzhab atau
golongan.
3. Menafsirkan lebih dahulu Qur’ân dengan Qur’ân.
4. Jika tidak ada dalam Al-Qur’ân maka dengan Sunnah.
5. Jika tidak ada dalam Sunnah maka dengan pendapat Sahabat.
6. Jika tidak ada dalam pendapat Sahabat maka dengan
pendapat Tabi’in. Diantaranya: Mujahid bin Jabr, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah
maula Ibn Abbas, ‘Ata’ bin Abi Rabah, Hasan al-Basri, Masruq bin Ajda’, Sa’id
bin al-Musayyab, ar-Rabi bin Anas, Qatadah, Dahhak bin Muzahim dan lain-lain.[41]
Adapun ilmu-ilmu yang harus dikuasai
oleh mufassir menurut Rachmat Safe’I, :
1.
Ilmu-ilmu bahasa Arab:
Matn al-lughah nahwu, sharaf dan isytiqaq.
2. Ilmu-ilmu balaghah: Ma’ani, Bayan dan Badi’.
3. Ilmu Qira’at.
4. Ilmu Ushul Fiqh.
5. Ilmu Usuluddin.
6. Ilmu Asbab An-Nuzul.
7. Ilmu An-Nasikh wa Al-Mansukh.
8. Ilmu Hadits.
9.
Ilmu Al-Mauhibah.
Selain menguasai ilmu-ilmu tersebut
mufassir pun perlu memperhatikan kaidah-kaidah berikut:
v
Mufassir harus berusaha
menafsirkan secara tepat, dengan menghindari kekurangjelasan dalam menjelaskan
arti atau sikap berlebih-lebihan yang tidak sesuai dengan tujuan, menghindari
penyimpangan dari arti yang dimaksud dan memperhatikan susunan kalimat dalam
kaitannya dengan keseluruhan tujuan pembicaraan.
v
Pertama-tama mufassir
menganalisa kata-kata dalam tingkat mufrad untuk dibicarakan isytiqaq-nya,
tashrif-nya dan artinya. Kemudian dalam tingkat susunan kalimat untuk dibahas
dari segi nahwunya dan balagahnya. Setelah itu baru menggali
pengertian-pengertian dan mengambil istinbath hukum ataupun hal-hal lain.
v
Penafsiran dengan Ra’yu
tidak boleh bertentangan dengan penafsiran bi al-ma’tsur (dengan nash qath’i).
Kalau pun berbeda diperbolehkan sepanjang membawa pada variasi yang saling
melengkapi. [42]
Husus untuk penafsiran
ilmiah, tentu saja si penafsir harus mempunyai wawasan lebih dibanding mufassir
yang lain, yaitu ia harus menguasai, mengetahui atau sedikitnya mengenal
teori-teori ilmiah berdasarkan pembuktian atau pun sumber-sumber yang kompeten
di bidangnya.
II.2.3 Pro dan
Kontra Tafsir Ilmi
Seperti halnya tafsir ar-Ra’yi, Kehadiran tafsir
ilmi pun bukannya tanpa hambatan, sebagai tafsir yang bercorak ijtihad,
tentunya cenderung ada tendensi masing-masing penafsir atau pun penguasa pada
jamannya, maka muncullah pro dan kontra.
Bila
seorang pengkaji menganalisa tendensi tafsir ilmiah dan perjalanannya melintasi
beberapa kurun, dimana kitabullah tersebut ditafsirkan kaum muslimin, pasti dia
akan menemukan bahwa tendensi ini bertitik tolak dari zaman Abbasiyah hingga era kita sekarang.
Adalah hal yang wajar, bila pada mulanya tendensi ilmiah ini dalam bentuk usaha
mengkompromikan antara Islam dengan tsaqafah-tsaqafah asing yang diterjemahkan,
serta sains murni yang ditemukan dilingkungan kaum muslimin. Sehingga tendensi
ini menjadi kuat dan terekspose pada abad ke-5 Hijriyah dan seterusnya. Hanya
saja tendensi ini telah menjadi besar dan menggurita di ahir abad ke-19 hingga
sekarang yang mengakibatkan terjadinya ketertinggalan kaum muslimin dalam
bidang sains dan teknologi, sebaliknya bangsa Barat mengalami kemajuan dan
mampu mengunggulinya. [43]
Pihak yang menolak kehadiran tafsir ini menganggap bahwa
para penafsirnya berpegang teguh pada pemikiran sendiri dan penyimpulan (istinbath)
yang didasarkan ra’yu semata tanpa ada Roh Syari’at yang didasarkan pada nash-nash. Maka penafsiran Al-Qur’ân dengan ra’yu dan
ijtihad semata tanpa ada dasar yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan.
Dalil yang memperkuat argumen mereka ini adalah,
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya”. [45]
§ Surat
al-Nahl ayat 44, (hanya Rasul yang berhak menafsirkannya)
“Dan kami turunkan
kepadamu Al-Qur’ân, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan”.
§ Hadits
hasan riwayat Tirmidzi, Nasa’i dan Abu Daud bahwa Rasulullah pernah bersabda,
من قال في القران برأيه أو بمالايعلم
فليتبوّأ مَقعدَهُ من النّار
“Siapa
saja menafsirkan Al-Qur’ân atas dasar pikirannya, atau atas dasar sesuatu yang tidak diketahuinya, maka
bersiap-siaplah mengambil tempat di neraka.”
§
Abu Bakar asy-Syidiq pernah menyatakan ketakutannya
ketika ia ditanya tentang penafsiran Al-Qur’ân, “Langit mana yang akan
melindungiku? bumi mana yang menampungku? kemana aku akan pergi? Dan apa yang akan aku lakukan?
Jika aku menjelaskan Al-Qur’ân dengan sesuatu yang tidak dikehendaki Allah”. [46]
§
Atsar yang menyatakan, “Barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’ân menurut ra’yu (pendapat/akal), dan ia benar,
maka ia telah salah”. [47]
Sedangkan
pihak yang pro terhadap tafsir ini, mengemukakan argumen-argumen sebagai
berikut, :
§ Banyak ditemukan
ayat-ayat Al-Qur’ân yang menyerukan untuk mendalami kandungan Al-Qur’ân,
seperti pada surat Muhammad ayat 24,
“Maka
Apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’ân ataukah hati mereka terkunci?”
An-Nisa
ayat 83,
“Dan kalau mereka
menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin
mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil
Amri)”.
§
Jika tafsir ar-Ra’yi
dilarang, lalu mengapa ijtihad diperbolehkan? Nabi tidak menjelaskan setiap
ayat Al-Qur’ân. Ini menunjukkan bahwa umatnya diizinkan ber-ijtihad
terhadap ayat-ayat yang belum dijelaskan Nabi.
§
Para sahabat sering
berselisih pendapat mengenai penafsiran suatu ayat. Ini menunjukkan bahwa
mereka pun menafsirkan Al-Qur’ân dengan Ra’yu-nya.
§
Rasulullah pernah berdo’a
untuk Ibn Abbas, dengan sabdanya :
اللّهمّ فقّههُ في الدين وعلِّمْهُ التّأويلَ
“Ya Allah, berilah ia pemahaman
agama dan ajarilah ia takwil”
Cakupan
“takwil” tersebut bukan hanya mendengar dan menuqil riwayat saja, tapi diluar
itu, yaitu ijtihad dan pemikiran.[48]
M.
Quraish Shihab menyatakan dukungannya terhadap penafsiran ilmiah dengan argumen
Surat az-Zumar ayat 9,
“Katakanlah (Muhammad), Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”.
Surat Ali Imron ayat 66,
"Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah membantah tentang hal
yang kamu ketahui, Maka kenapa kamu bantah membantah tentang hal yang tidak
kamu ketahui”.
Ayat pertama menekankan kepada masyarakat betapa besar
nilai ilmu pengetahuan dan kedudukan cendekiawan dalam masyarakat. Dan ayat
kedua merupakan kritik pedas terhadap mereka yang berbicara atau membantah
suatu persoalan tanpa adanya data objektif lagi ilmiah yang berkaitan dengan
persoalan tersebut. Ayat-ayat semacam inilah yang kemudian
membentuk iklim baru dalam masyarakat dan mewujudkan udara yang dapat mendorong
kemajuan ilmu pengetahuan. Iklim baru inilah yang kemudian menghasilkan tokoh
seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibnu Khaldun, Jabir Ibnu Hayyan, dan
sebagainya. Ia-lah yang membantu Muhammad bin Ahmad menemukan angka nol pada
tahun 976, yang akhirnya mendorong Muhammad bin Musa Al-Khawarizmiy menemukan
perhitungan Aljabar. Tanpa penemuan-penemuan tersebut, Ilmu Pasti akan tetap
merangkak dan meraba-raba dalam alam gelap gulita. [49]
II.2.4 Akseptabilitas Tafsir Ilmi
Penafsiran ilmiah bisa
diterima sepanjang disertai niat karena Allah, pendapatnya rasional dan menghindari
hal-hal berikut ini, :
·
Memaksa untuk cepat-cepat merasa faham maksud ayat
tanpa lebih dahulu memenuhi syarat-syarat seorang mufassir;
·
Terlalu jauh memasuki hal-hal yang merupakan monopoli Allah untuk
mengetahuinya;
·
Melakukan penasiran
berdasarkan hawa nafsu dan mencari keuntungan diri sendiri;
·
Menafsirkan ayat-ayat untuk
mendukung kepentingan madzhab yang fasid;
·
Memastikan bahwa tafsirannya itulah satu-satunya yang sesuai dengan maksud suatu ayat tanpa membedakan dalil. [50]
Bertitik
tolak dari prinsip "larangan menafsirkan Al-Qur’ân secara
spekulatif", maka penemuan-penemuan ilmiah yang belum mapan tidak dapat
dijadikan dasar dalam menafsirkan Al-Qur’ân. [51]
Redaksi yang digunakan oleh Al-Qur’ân dalam
uraiannya tentang alam raya dan fenomenanya itu, bersifat singkat, teliti dan
padat, sehingga pemahaman atau penafsiran tentang maksud redaksi-redaksi
tersebut sangat bervariasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan
masing-masing. Dalam kaitannya dengan ini, kita perlu
menggarisbawahi beberapa prinsip pokok:
a.
Setiap Muslim, bahkan setiap orang,
berkewajiban untuk mempelajari dan memahami kitab suci yang dipercayainya. Walaupun
demikian, hal tersebut bukan berarti setiap orang bebas untuk menafsirkan atau
menyebarluaskan pendapatnya tanpa memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan guna
mencapai maksud tersebut.
b. Al-Qur’ân
diturunkan bukan hanya khusus untuk orang-orang Arab ummiyin yang hidup pada
masa Rasul saw., tidak pula untuk generasi abad keduapuluh ini, tetapi juga
untuk seluruh manusia hingga akhir zaman. Mereka semua
diajak berdialog oleh Al-Qur’ân dan dituntut untuk menggunakan akalnya.
c. Berpikir secara modern, sesuai dengan keadaan zaman dan tingkat
pengetahuan seseorang; tidak berarti menafsirkan Al-Qur’ân secara spekulatif atau terlepas
dari kaidah-kaidah penafsiran yang telah disepakati oleh para ahli di bidang
ini.
Kaitan prinsip ini dengan penafsiran ilmiah
terhadap ayat-ayat Al-Qur’ân, membawa kita kepada, paling tidak, tiga hal pula
yang perlu digarisbawahi, yaitu (1) Bahasa; (2) Konteks ayat-ayat; dan (3)
Sifat penemuan ilmiah. [52]
II.3 KANDUNGAN
AL-QUR’ÂN TENTANG ILMU
Bentukan Kata “ العلم ”, “ علم ”, atau “ علما ” yang berarti “ilmu”
dalam Al-Qur’ân, ditemukan penulis pada 87 tempat. [53]
Sedangkan kata-kata “ علم ” --dan dalam berbagai bentuknya-- terulang
sebanyak 854 kali. Di samping itu, banyak pula
ayat-ayat Al-Qur’ân yang menganjurkan untuk menggunakan akal pikiran,
penalaran, dan sebagainya. [54]
Imam
al-Mawardi mengatakan bahwa salah satu kemukjizatan Al-Qur’ân adalah bahwa Al-Qur’ân
mengumpulkan ilmu-ilmu yang tidak diliputi manusia dan tidak dapat berkumpul
pada seseorang makhluk. [55]
Sedangkan Sayib Rashid Ridha dalam tafsirnya “al-Manar” menyebutkan bahwa Al-Qur’ân
melengkapi pentahkikan berbagai masalah ilmiyah yang belum terkenal di masa
turunnya. [56]
Menurut al Qattân,
banyak orang terjebak dalam kesalahan ketika mereka mengharapkan agar Qur’ân
mengandung segala ilmu atau teori-teori ilmiah. Setiap lahir teori baru, mereka
mencarikan untuknya kemungkinan dalam ayat, lalu ayat tersebut mereka takwilkan
sesuai dengan teori tersebut. Padahal teori-teori tersebut timbul sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang tidak abadi, terikat pada aturan-aturan
eksperimentasi, ruang lingkup peralatannya dan kondisi yang selalu berubah yang
notabene tidak sebanding dengan kebenaran Al-Qur’ân yang mutlak. [57]
Sebab yang terpokok
yang menyebabkan Al-Qur’ân bersifat
kekal dan sesuai untuk segala jaman dan tempat karena ia mengemukakan
aqidah yang benar berdasarkan hujjah yang kuat, kaidah-kaidah dan hukum-hukum
bersifat kulliyah (untuk seluruh manusia) yang kebenarannya mutlak. [58]
Sesungguhnya Al-Qur’ân datang dengan membawa
sesuatu yang lebih besar dari pengetahuan-pengetahuan yang bersifat partial; ia
tidak datang untuk menjadi kitab ilmu falak, ilmu kimia, ilmu kedokteran atau
pun ilmu astronomi. Kesalahan manusia tersebut terletak pada kesalahpahaman
mereka terhadap watak, medan kerja dan fungsi Kitab suci ini. Watak Al-Qur’ân
adalah sebuah hakikat yang final dan mutlak. Medan kerjanya adalah manusia dan
kehidupannya. Fungsinya adalah untuk membangun konsep umum tentang kosmos
(wujud) serta hubungan dengan penciptanya, hubungan mahluk dan penciptanya,
menanamkan konsep yang memungkinkan manusia menggunakan segala potensi yang
dimilikinya. Termasuk potensi intelektual yang memberikan kepadanya kesempatan
untuk bekerja, melalui pengkajian ilmiah dengan percobaan dan praktek. [59]
Korelasi antara Al-Qur’ân dan Ilmu
Pengetahuan dapat ditemukan dengan banyaknya isyarat-isyarat ilmiah yang
tersebar pada ayat-ayat yang berbicara tentang alam raya dan fenomenanya. Isyarat-isyarat tersebut sebagiannya telah diketahui oleh
masyarakat Arab ketika itu. Namun, apa yang
mereka ketahui itu masih sangat terbatas dalam perinciannya. Di lain segi,
paling sedikit ada tiga hal yang dapat disimpulkan dari pembicaraan Al-Qur’ân
tentang alam raya dan fenomenanya:
1.
Al-Qur’ân memerintahkan atau menganjurkan
manusia untuk memperhatikan dan mempelajarinya dalam rangka meyakini ke-Esa-an
dan kekuasaan Tuhan. Dari perintah ini, tersirat pengertian bahwa manusia
memiliki potensi untuk mengetahui dan memanfaatkan hukum-hukum yang mengatur
fenomena alam tersebut, namun pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan
tujuan puncak (ultimate goal).
2.
Alam raya beserta hukum-hukum yang
diisyaratkannya itu diciptakan, dimiliki, dan diatur oleh ketetapan-ketetapan
Tuhan yang sangat teliti. Ia tidak dapat melepaskan diri dari
ketetapan-ketetapan tersebut kecuali bila tuhan menghendakinya. Dari sini, tersirat
bahwa: (a) alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah; (b) manusia
dapat menarik kesimpulan tentang adanya ketepatan-ketepatan yang bersifat umum
dan mengikat yang mengatur alam raya ini (hukum-hukum alam).
3.
Redaksi yang digunakan oleh Al-Qur’ân dalam
uraiannya tentang alam raya dan fenomenanya itu, bersifat singkat, teliti dan
padat, sehingga pemahaman atau penafsiran tentang maksud redaksi-redaksi
tersebut sangat bervariasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pengetahuan
masing-masing. [60]
Untuk mengetahui pengupasan ayat-ayat yang menjadi
pokok ilmu astronomi (bintang dan falak) baik sekali mempelajari kitab
Sara-irul Qur’ân, karya al-Ghazi Ahmad Mukhtar Basya (1251 H/1835 M – 1315
H/1898 M). [61]
Banyak
sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam Al-Qur’ân, misalnya:
1.
Kesatuan kosmos, air sebagai sumber kehidupan, surat al-Anbiya ayat
30. [62]
“Dan Apakah orang-orang yang kafir
tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu
yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami
jadikan segala sesuatu yang hidup.”
Menurut fisikawan Rusia, George Gamow
(1904-1968), melahirkan sekitar seratus miliar galaksi yang masing-masing
rata-rata memiliki 100 miliar bintang. Tetapi sebelumnya, bila ditarik ke
belakang semuanya merupakan satu gumpalan yang terdiri dari neutron. Gumpalan
itulah yang meledak dan yang dikenal dengan istilah “Big Bang”. [63]
2. Mengembangnya
alam semesta, Surat adz-Dzariyât
ayat 47,
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan
(Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.”
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander
Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara
teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan
mengembang. Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada
tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble,
seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus
bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus
bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut
terus-menerus “mengembang”. Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya
memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini
diterangkan dalam Al Qur’an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini
dikarenakan Al Qur’an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur
keseluruhan alam semesta.[64]
3.
Penjelajahan menuju penjuru langit dan bumi hanya bisa dilakukan
dengan kekuatan (otoritas dan kekuasaan yang bersumber dari ilmu pengetahuan),
surat ar-Rahman ayat 33. [65]
“Hai
jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.”
4.
Cahaya matahari bersumber dari dirinya dan cahaya bulan merupakan
pantulan. Masing-masing berjalan pada orbitnya, dan menjadi patokan Kalender surat
Yunus ayat 5. [66]
“Dia-lah
yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)”.
Peredaran
falakiyah bulan dan proses perjalanannya surat al-Baqarah 189.
“Mereka bertanya kepadamu tentang
bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan (bagi ibadat) haji”.
5.
Matahari terbit dari Barat, surat al-Baqarah ayat 258.
“Apakah kamu tidak memperhatikan
orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah
memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). ketika Ibrahim
mengatakan: "Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan," orang
itu (Namrudz dari Babilonia) berkata: "Saya dapat menghidupkan dan
mematikan". Ibrahim berkata: "Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari
dari timur, Maka terbitkanlah Dia dari barat," lalu terdiamlah
orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim”.
Demitri
Bolykov, ahli fisika asal Ukraina masuk Islam setelah bersama Nicolai
Kosinikov merancang sebuah sampel berupa bola yang diisi penuh dengan papan
tipis dari logam yang dilelehkan, ditempatkan pada badan bermagnit yang
terbentuk dari elektroda yang saling berlawanan arus. Ketika arus listrik
berjalan pada dua elektroda tersebut maka menimbulkan gaya magnet dan bola yang
dipenuhi papan tipis dari logam tersebut mulai berputar pada porosnya fenomena
ini dinamakan “Gerak Integral Elektro Magno-Dinamika”. Gerak ini pada
substansinya menjadi aktivitas perputaran bumi pada porosnya. Pada tingkat
realita di alam ini, daya matahari merupakan “kekuatan penggerak” yang bisa
melahirkan area magnet yang bisa mendorong bumi untuk berputar pada porosnya.
Kemudian gerak perputaran bumi ini dalam hal cepat atau lambatnya seiring
dengan daya intensitas daya matahari. Atas dasar ini pula posisi dan arah kutub
utara bergantung.
Telah
diadakan penelitian bahwa kutub magnet bumi hingga tahun 1970 bergerak dengan
kecepatan tidak lebih dari 10 km dalam setahun, akan tetapi pada tahun-tahun
terakhir ini kecepatan tersebut bertambah hingga 40 km dalam setahun Bahkan
pada tahun 2001 kutub magnet bumi bergeser dari tempatnya hingga mencapai jarak
200 km dalam sekali gerak. Ini berarti bumi dengan pengaruh daya magnet
tersebut mengakibatkan dua kutub magnet bergantian tempat. Artinya bahwa
“gerak” perputaran bumi akan mengarah pada arah yang berlawanan. Ketika itu
matahari akan terbit (keluar) dari Barat. [67]
6. Gerak
semu matahari, Surat ar-Rahman ayat 17,
“Tuhan
yang memelihara kedua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara kedua
tempat terbenamnya.”
Dua
tempat terbit matahari dan dua tempat terbenamnya ialah tempat dan terbenam
matahari di waktu musim panas dan di musim dingin. Gerak semu matahari ke
utara-selatan menyebabkan beberapa musim tertentu di suatu negara tertentu.[68]
6. Planet
dalam langit terdekat, Surat ash-Shaffat ayat 6
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang
terdekat dengan hiasan yaitu planet-planet.”
kata “Kawakib” yang
pada umumnya diartikan “bintang-bintang”. Seperti halnya Ibn Katsir menafsirkan
ayat tersebut sama dengan penafsiran surat al-Mulk ayat 5 [69]
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang
dekat dengan bintang-bintang (bola-bola api), dan Kami jadikan
bintang-bintang itu alat-alat pelempar syaitan”
Namun menurut
pengetahuan modern, “Kawakib” hanya dapat diartikan “planet”.
Kalimat “Langit yang terdekat” dapatkah diartikan sebagai sistem
matahari? Kita mengetahui bahwa tak terdapat di antara benda-benda samawi yang
terdekat kepada kita selain planet. Matahari adalah bintang satu-satunya dalam
sistem ini yang pakai nama. Orang tak dapat mengerti, benda samawi
apa gerangan yang dimaksudkan dalam ayat
tersebut, jika bukan planet. Rasanya sudah benar jika
kita terjemahkan “Kawakib” dengan “planet” dan
ini berarti bahwa Qur-an menyebutkan adanya “planet” menurut definisi
modern.[70]
7.
Fenomena Black Hole (Lubang Hitam), surat at-Takwir ayat 15-16
“Aku
bersumpah dengan bintang-bintang yang tak tampak. Yang bergerak sangat cepat”.
Naggar, seorang
profesor bidang astronomi menjelaskan, para ulama dahulu menafsirkan ayat
tersebut secara metaforis, namun para ahli astronomi pada akhir abad ke-20
menemukan fakta ilmiah, yaitu apa yang disebut black hole (lubang
hitam). Black hole adalah planet yang ditandai dengan densitas
yang tinggi dan gravitasi yang kuat, tempat zat dan semua bentuk energi,
termasuk cahaya, tidak mungkin lepas dari perangkapnya, katanya. Disebut lubang
hitam karena ia sangat gelap tak terlihat, dengan kecepatan geraknya
diperkirakan mencapai 300.000 km per detik. Black hole dianggap
sebagai fase tua kehidupan bintang, yang didahului ledakan dan zatnya kembali
menjadi nebula.[71]
“Barangsiapa
yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak
lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit.”
9.
Gunung-gunung bergerak terus menerus, surat an-Naml ayat 88.
“Dan kamu Lihat gunung-gunung itu,
kamu sangka Dia tetap di tempatnya, Padahal ia berjalan sebagai jalannya
awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap
sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Menurut
Harun Yahya, para ahli geologi baru memahami kebenaran pernyataan ilmuwan
Jerman bernama Alfred Wegener pada 1980, yakni 50 tahun setelah
kematiannya ia mengemukakan bahwa sekitar 500 juta tahun lalu, seluruh tanah
daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu kesatuan yang dinamakan
Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan. Namun, sekitar 180 juta tahun
lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang masing-masingnya bergerak ke
arah yang berbeda. Salah satu daratan atau benua raksasa ini adalah Gondwana,
yang meliputi Afrika, Australia, Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah
Laurasia, yang terdiri dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India.
Selama 150 tahun setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi
daratan-daratan yang lebih kecil.
Menurut
Harun Yahya, “Gerakan gunung-gunung itu disebabkan gerakan kerak bumi tempat
mereka berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang
lebih rapat. Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat
tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya
perjalanan awan. Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah
"continental drift" atau "gerakan mengapung dari benua"
untuk gerakan ini,''.[73]
10.
Gunung sebagai penetralisir getaran bumi, surat Luqman ayat 10.
“Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan)
bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu”.
Yushidi Kusa,
Direktur Observatorium Tokyo mengatakan bahwa bumi terdiri dari lempeng-lempeng
tektonik yang saling bergerak dan bergesekan yang menyebabkan terjadi gempa
bumi. Jika gunung berapi meletus atau mengeluarkan sesuatu, terus ada gempa
bumi, yang menyebabkan gempa itu adalah pergeseran lempeng dibawah tanah bukan
gunungnya. Karena Allah menginformasikan bahwa justeru pegunungan berfungsi
sebagai stabilisator, mereka membantu untuk menstabilkan kerak bumi dan ini
juga merupakan teori ahli geologi modern. Gunung juga berfungsi sebagai peredam
getaran yang disebabkan berotasinya bumi. Jika anda mencoba memutar sebuah
benda yang tidak bulat sempurna, maka benda-benda yang ada di atasnya akan
kehilangan keseimbangan.[74]
11.
Kegelapan dan
gelombang internal di dasar lautan, surat an-Nûr ayat 40.
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang
dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di
atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia
mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang
tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya
sedikitpun”.
Manusia tak mampu menyelam pada kedalaman di bawah 40 meter
tanpa bantuan peralatan khusus. Mereka tak mampu bertahan hidup di bagian
samudra yang dalam nan gelap, seperti pada kedalaman 200 meter. Karena alasan
inilah, para ilmuwan hanya baru-baru ini saja mampu menemukan informasi sangat
rinci tersebut tentang kelautan. Keadaan umum tentang lautan yang dalam
dijelaskan dalam buku berjudul Oceans: “Kegelapan dalam lautan dan samudra yang
dalam dijumpai pada kedalaman 200 meter atau lebih. Pada kedalaman ini, hampir
tidak dijumpai cahaya. Di bawah kedalaman 1000 meter, tidak terdapat cahaya
sama sekali”. (Elder, Danny; and John Pernetta, 1991, Oceans, London, Mitchell
Beazley Publishers, s. 27)
Selain itu, pernyataan di ayat ke-40 surat An Nuur “Atau
seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan?” mengarahkan perhatian kita pada
satu keajaiban Al Quran yang lain.
Para ilmuwan
baru-baru ini menemukan keberadaan gelombang di dasar lautan, yang “terjadi
pada pertemuan antara lapisan-lapisan air laut yang memiliki kerapatan atau
massa jenis yang berbeda.” Gelombang yang dinamakan gelombang internal ini
meliputi wilayah perairan di kedalaman lautan dan samudra dikarenakan pada
kedalaman ini air laut memiliki massa jenis lebih tinggi dibanding lapisan air
di atasnya. Gelombang internal memiliki sifat seperti gelombang permukaan.
Gelombang ini dapat pecah, persis sebagaimana gelombang permukaan. Gelombang
internal tidak dapat dilihat oleh mata manusia, tapi keberadaannya dapat
dikenali dengan mempelajari suhu atau perubahan kadar garam di tempat-tempat
tertentu. (Gross, M. Grant; 1993, Oceanography, a View of Earth, 6. edition,
Englewood Cliffs, Prentice-Hall Inc., s. 205). [75]
12.
Fenomena
terpisahnya air tawar dari air asin di tengah-tengah lautan, surat ar-Rahman
ayat 19-20 dan surat al-Furqan ayat 53,
“Dia membiarkan dua lautan mengalir
yang keduanya kemudian bertemu, Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui
masing-masing”
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut
yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi
pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang
menghalangi”.
Jacques
Yves Costeau, seorang Profesor di bidang Oceanografer dan ahli selam
terkemuka dari Perancis yang lahir pada 11 Juni 1910 ketika sedang melakukan
eksplorasi di bawah laut, menemukan beberapa kumpulan mata air tawar-segar yang
sangat sedap rasanya karena tidak bercampur atau tidak melebur dengan air laut
yang asin di sekelilingnya. Sehingga seolah-olah ada dinding atau membran yang
membatasi keduanya. Setelah berdiskusi dan mendapatkan dua ayat di atas dari
seorang professor muslim, Costeau pun memeluk Islam dengan berkata bahwa
Alquran memang sesungguhnya kitab suci yang berisi firman Allah, yang seluruh
kandungannya mutlak benar.[76]
13.
Isyarat ilmu falak, botani, geologi dan zoology dalam surat Fathir
ayat 27-28. [77]
“Tidakkah
kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami
hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. dan
di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka
macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di
antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada
yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya)”.
Surat al Hajj ayat 5,
“Dan kamu Lihat bumi ini kering, kemudian
apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah
dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah”.
14. Angin membantu perkawinan tanaman, surat
al-Hijr ayat 22.[78]
“Dan Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan
(tumbuh-tumbuhan)”
15.
Tanah tertentu menumbuhkan tanaman tertentu, surat al-A’raf ayat
58.
“Dan
tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah;
dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana.
Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang
bersyukur”.
Pada ayat ini Tanthawi Jauhari pada tafsirnya
menunjukkan bahwa walaupun Tuhan dengan kehendak-Nya diperlukan bagi tumbuhnya
tanam-tanaman, kecocokan tanah juga tumbuh juga merupakan syarat tumbuhnya
tanaman tersebut, karena tidak semua tanaman dapat tumbuh pada setiap tanah.
Maka dengan kecocokan tanah, Tuhan menjadikan tanaman itu mungkin untuk tumbuh.[79]
16.
Fenomena Tanaman bertasbih, surat al-Isra ayat 44.
“
Langit yang tujuh,
bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak ada
suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak
mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun”.
Ayat yang serupa ditemukan juga pada surat al-Jumu’ah ayat 1,
an-Nur ayat 41, al-Hadid ayat 1, al-Hasyr ayat 1, Shaf ayat 1, al-Thaghabun
ayat 1.
Sebuah
majalah sains terkenal, Journal of Plant Molecular Biologies, mengungkapkan hasil
penelitian yang dilakukan sebuah tim ilmuwan Amerika Serikat tentang suara
halus yang tidak bisa didengar oleh telinga biasa (ulstrasonik), yang keluar
dari tumbuhan. Suara tersebut berhasil direkam menggunakan alat perekam
canggih. Para ilmuwan ini lalu membawa hasil penemuan mereka ke hadapan tim
peneliti Inggris yang diantaranya ada Profesor William Brown dan seorang
peneliti muslim. Yang mengejutkan, ketika gelombang elektrik optik itu
ditransfer secara visual di layar monitor dengan sebuah alat canggih yang
bernama Oscilloscope, para ilmuwan tersebut bisa menyaksikan denyutan
cahaya elektrik itu berulang lebih dari 1000 kali dalam satu detik!!!. Dan yang
terlihat adalah rangkaian garis yang membentuk lafadz Allah.
Setelah
peneliti muslim itu menjelaskan tentang Islam dan ayat Al-Qur’ân di atas, maka
Selang beberapa hari setelah peristwa itu William Brown berceramah di
Universitas Carnegie Mellon. Ia mengatakan: “Dalam hidupku, aku belum pernah
menemukan fenomena semacam ini selama 30 tahun menekuni pekerjaan ini, dan
tidak ada seorang ilmuwan pun dari mereka yang melakukan pengkajian yang
sanggup menafsirkan apa makna dari fenomena ini. Begitu pula tidak pernah ditemukan kejadian
alam yang bisa menafsirinya. Akan tetapi, satu-satunya tafsir yang bisa kita
temukan adalah dalam Al-Qur’ân. Hal ini tidak memberikan pilihan lain buatku
selain mengucapkan Syahadatain”. [80]
17.
Atom sebagai partikel terkecil yang tak dapat dibagi-bagi lagi,
surat Yunus ayat 61.
“Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar
zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan
tidak (pula) yang lebih besar dari itu” [81]
18.
Dalam DNA (Deoxy Nucleotida Acid) manusia terdapat ayat Al-Qur’ân, surat
Fushshilat ayat 53.
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas
bagi mereka bahwa Al-Qur’ân itu adalah benar”
Ahmad
Khan, Profesor di bidang analisis Genetika pada
tanggal 2 Januari 1999, menemukan kombinasi tulisan Bismillah ir Rahman ir
Rahiim, Iqra bismirabbika khalq dan 8 ayat lainnya pada untaian rantai kodon
DNA manusia. Kode-kode Genetika T, C, G dan A yang disebut
dengan Kode Nucleotida akan menghasilkan huruf arab yang jika dirangkaikan akan
menjadi firman Allah yang sangat mengagumkan. [82]
19.
Manusia tercipta dari
setitik sperma. Surat Al-Qiyamah ayat
36-38
“Apakah manusia mengira akan dibiarkan tak
terurus? Bukankah ia hanya setitik mani yang dipancarkan?”
Kata nuthfah dalam al-Qur’an adalah “setetes
yang dapat membasahi”. Informasi al-Qur’an tersebut sejalan dengan penemuan
ilmiah pada abad kedua puluh ini yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang
menyembur dari alat kelamin pria mengandung sekitar 250
juta sperma terpancar dari si laki-laki pada satu waktu. Sperma-sperma
melakukan perjalanan 5-menit yang sulit di tubuh si ibu sampai menuju sel
telur. Hanya seribu dari 250 juta sperma yang berhasil mencapai sel telur. Sel
telur, yang berukuran setengah dari sebutir garam, hanya akan membolehkan masuk
satu sperma. Artinya, bahan manusia bukan mani seluruhnya, melainkan hanya
sebagian kecil darinya. Dari 250 juta benih manusia, yang berhasil
bertemu dengan ovum hanya satu saja. [83]
Jika dua yang berhasil, maka akan menjadi janin kembar dua dan seterusnya.
20. Penentuan
jenis kelamin, Surat an-Najm ayat 45-46
“Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan
pria dan wanita, dari air mani, apabila dipancarkan.”
Hingga baru-baru ini, diyakini bahwa
jenis kelamin bayi ditentukan oleh sel-sel ibu. Atau setidaknya, tahun
1883, Van Bender membuktikan bahwa sperma dan ovum memiliki peranan yang
sama dalam pembentukan benih yang telah bertemu itu, dan pada tahun 1912 Morgan
membuktikan peranan kromosom dalam pembentukan janin. Dipercaya
bahwa jenis kelamin ini ditentukan secara bersama oleh sel-sel lelaki dan
perempuan. Namun kita diberitahu informasi bahwa dari setetes nuthfah
yang memancar itu Allah menciptakan kedua jenis manusia lelaki dan perempuan
penelitian ilmiah membuktikan adanya dua macam kandungan sperma (mani
laki-laki) yaitu kromosom lelaki yang dilambangkan dengan huruf “Y”, dan kromosom perempuan yang dilambangkan
dengan huruf “X”. apabila yang membuahi ovum adalah sperma yang memilki
kromosom Y, maka anak yang dikandung adalah lelaki. Apabila yang membuahi ovum
adalah sperma yang memilki kromosom Y, maka anak yang dikandung adalah lelaki,
dan bila X bertemu dengan X, maka anak yang dikandung adalah perempuan. Jika
demikian yang menentukan jenis kelamin adalah nuthfah yang dituangkan sang ayah
itu. [84]
21. Embriologi (reproduksi manusia), surat al-Hajj
ayat 5.
“Hai manusia, jika kamu dalam
keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), Maka (ketahuilah) Sesungguhnya Kami
telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari
segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan
yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam
rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian
Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur)
kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan
(adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya Dia
tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. dan kamu
Lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya,
hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan
yang indah”.
Tanthawi Jauhari
dalam tafsirnya, memberikan kiasan bahwa manusia itu berasal dari tanah, sebagaimana juga
hewan dan tumbuh-tumbuhan. Unsur air juga menjadi penyebab tumbuhnya manusia,
hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Setelah menjelaskan proses keajaiban manusia di
dalam rahim seorang ibu, ia menegaskan bahwa inilah dalil penting ilmu al
ajnah atau embriologi manusia dan ilmu ini wajib dipelajari. Tanthawi
berpendapat bahwa ayat di atas menunjukkan betapa pentingnya ilmu alam dan
mempelajarinya adalah satu hal yang wajib. Hal demikian karena al Qur’an hanya
memberikan petunjuknya secara global dan kesempurnaannya dibutuhkan pengetahuan
yang lainnya.[85]
22.
Alaqah atau
segumpal darah berarti juga “sesuatu yang
menempel” seperti Lintah penghisap darah, karena ia menempel dan
mengambil makanan dengan cara menghisap aliran darah, surat al-Mu’minun ayat
13-14.
“Kemudian Kami jadikan saripati itu
air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu
Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan
segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu
tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. kemudian Kami jadikan Dia
makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling
baik”.
Penemuan ini membuat Keith L. Moore,
seorang professor di bidang Anatomi dan Embriologi masuk Islam. Menurutnya Al-Qur’ân
betul-betul wahyu dari tuhan, karena 1400 tahun yang lalu tidak mungkin
Muhammad mengetahui hal yang hanya bisa diketahui melalui analisis mikroskopik.
[86]
23.
Evolusi janin dalam
rahim ibu melalui tiga tahap kegelapan: pertama; kegelapan dinding perut, yang
kedua; kegelapan dinding rahim, ketiga; kegelapan plasenta. Surat az-Zumar ayat
6, [87]
“Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu
kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan”.
24. Ide dasar bayi tabung, surat al-Mursalat ayat
20-21
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang
hina, Kemudian Kami letakkan Dia dalam tempat yang kokoh (rahim)”.
“Tempat yang Kokoh”, bukan berarti hanya rahim
perempuan saja, sehingga ayat ini menjadi ide dasar pembuatan alat “tempat penyatuan
sperma dan ovum” di luar rahim dalam proses bayi tabung. Ayat yang serupa
terdapat pada surat al-Mu’minun ayat 13.[88]
25.
Masa Penyusuan yang tepat dan Jarak minimal menunda kehamilan,
surat al-Baqarah ayat 233.[89]
“Para
ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan”
26. Adanya Nurani dan alam bawah sadar manusia,
surat al-Qiyamah ayat 14. [90]
“Bahkan
manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri”.
Pikiran manusia itu 88% ternyata
dikendalikan alam bawah sadar, sisanya alam sadar. Antara alam sadar dan bawah
sadar dibatasi sebuah garis filter yang disebut reticular activating system. Garis ini berfungsi melindungi
manusia dari informasi-informasi yang tak perlu, sehingga seseorang tetap
terlihat sadar dan waras. Selama ini, kemampuan otak yang digunakan oleh
manusia hanya 12 persen, sisanya tenggelam dalam diri kita. Secara garis besar,
otak manusia terbagi dalam dua bagian, otak kiri dan otak kanan. Otak kiri
memproses segala macam angka, matematika, bahasa, hitung-hitungan dan
sebagainya. Sementara otak kanan, memproses segala macam keindahan, musik dan warna-warna. [91]
Hati
nurani yang tersembunyi di dalam alam bawah sadar manusia, adalah sensor yang
diciptakan tuhan yang berfungsi mengontrol dan mempengaruhi fikiran sadar
manusia agar tetap berada dalam koridor hukum alam dalam mengelola alam semesta
yang diciptakan tuhan. Walau disebut hati nurani, tapi secara fisik, alat
sensor ini juga berada didalam otak/brain manusia. Ilmuwan dunia barat
menyebutnya God Spot, Titik Tuhan. [92]
27.
Bagian otak yang mengendalikan gerak kita,
Surat al-Alaq ayat 15-16.
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak
berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun
orang yang mendustakan lagi durhaka.”
Ungkapan
“ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka” dalam ayat di atas sungguh
menarik. Penelitian yang dilakukan di tahun-tahun belakangan mengungkapkan
bahwa bagian prefrontal, yang bertugas mengatur fungsi-fungsi khusus otak,
terletak pada bagian depan tulang tengkorak. Para ilmuwan hanya mampu menemukan
fungsi bagian ini selama kurun waktu 60 tahun terakhir, sedangkan Al Qur’an
telah menyebutkannya 1400 tahun lalu. Jika kita lihat bagian dalam tulang
tengkorak, di bagian depan kepala, akan kita temukan daerah frontal cerebrum
(otak besar).
Buku
berjudul Essentials of Anatomy and Physiology, yang berisi temuan-temuan
terakhir hasil penelitian tentang fungsi bagian ini, menyatakan: “Dorongan
dan hasrat untuk merencanakan dan memulai gerakan terjadi di bagian depan lobi
frontal, dan bagian prefrontal. Ini adalah daerah korteks asosiasi… Berkaitan
dengan keterlibatannya dalam membangkitkan dorongan, daerah prefrontal juga
diyakini sebagai pusat fungsional bagi perilaku menyerang…” (Seeley, Rod
R.; Trent D. Stephens; and Philip Tate, 1996, Essentials of Anatomy &
Physiology, 2. edition, St. Louis, Mosby-Year Book Inc., s. 211; Noback,
Charles R.; N. L. Strominger; and R. J. Demarest, 1991, The Human Nervous
System, Introduction and Review, 4. edition, Philadelphia, Lea & Febiger ,
s. 410-411)
Jadi,
daerah cerebrum ini juga bertugas merencanakan, memberi dorongan, dan memulai
perilaku baik dan buruk, dan bertanggung jawab atas perkataan benar dan dusta. [93]
28. Kulit sebagai indera perasa, surat an-Nisa
ayat 56.
“Sesungguhnya
orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka
ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka
dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab”.
Menurut Tagatat Tejasen, Profesor di bidang anatomi
dari Thailand, lapisan kulit manusia terdiri dari tiga lapisan global, yakni
Epidermis, Dermis, dan Sub Cutis. Pada lapisan Sub Cutis, terdapat ujung-ujung
pembuluh darah dan syaraf. Saat
terjadi Combustio grade III (luka bakar yang telah menembus Sub Cutis),
seseorang tidak akan merasakan nyeri. Hal itu disebabkan tidak berfungsinya
ujung-ujung serabut syaraf afferent dan efferent pengatur sensasi rasa yang
rusak oleh luka bakar tersebut. Allah
mengganti kulit penghuni neraka dengan kulit yang baru setiap kali kulit itu
hangus terbakar, agar mereka merasakan pedihnya azab. Mengikuti Keith L. Moore
(seniornya), Tejasen pun masuk islam dengan
komentar “Bagaimana mungkin Alquran yang diturunkan 14 abad yang lalu telah
mengetahui fakta kedokteran ini?”.[94]
29. Perbedaan sidik jari manusia, surat al-Qiyamah
ayat 4. [95]
“Bukan demikian, sebenarnya Kami Kuasa menyusun
(kembali) jari jemarinya dengan sempurna”.
Penafsiran
Ibn Katsir pada ayat di atas hanyalah membahas seputar kekuasaan Allah menyusun
tulang belulang secara sempurna dan menghidupkan kembali manusia pada hari
kiamat.[96]
Namun sesungguhnya pada tersebut terkandung isyarat ilmiah tentang sidik jari
setiap manusia yang berbeda-beda.
Pada tahun 1884 M, di Inggris telah digunakan
cara untuk mengenali seseorang melalui sidik jari. Kemudian cara ini diikuti
pula oleh setiap negara. Demikian ini disebabkan bahwa kulit jari-jari
mempunyai garis-garis lembut yang berbeda-beda bentuknya. Garis itu tidak akan
berubah, berbeda dengan garis tubuh lainnya. [97]
30. Aroma/bau manusia berbeda-beda, surat Yusuf
94. [98]
“Berkata
ayah mereka: "Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf”
Sejatinya tubuh manusia
menghasilkan dua jenis kelenjar keringat: accrine
dan apocrine.
Kelenjar accrine
adalah keringat bening dan tidak berbau (karena sebagian besar adalah air dan garam) seperti yang dikeluarkan oleh bayi, dan
biasanya muncul di tangan, punggung, serta dahi. Adapun kelenjar apocrine terdapat di
tempat-tempat di daerah yang tumbuh rambut. Seperti ketiak, kemaluan, serta di
dalam hidung. Kelenjar apocrine
mengeluarkan keringat yang mengandung lemak, protein
dan karbohidrat. Bau badan muncul ketika bakteri di permukaan kulit mengurai
keringat dari kelenjar apocrine
ini menjadi asam yang menguap dan mengeluarkan bau tidak sedap (yang
khas). Bahkan menurut Mulyadi,
dokter Klinik Medizone, penyakit seseorang bisa dikenali hanya dengan bau
badannya.
a.
Bau amis ikan, (Hepatitis) ketidak mampuan hati / Liver memproduksi
enzim flavin monooxygenase
yang berfungsi sebagai pengurai trimethylamine
agar tidak menyebabkan bau amis pada keringat, urine dan bahkan pernapasan.
b.
Bau gula, Ilmu pengobatan tradisional China menyebutkan
bau badan jenis ini menunjukkan kinerja organ tubuh tidak optimal. Misalnya
karena kembung, masuk angin, pradiabetes, infeksi saluran napas, diptheri
dan maple syrup urine
disease.
c.
Bau amonia atau pesing. Kekurangan protein atau diet tinggi protein merupakan
penyebab bau pesing pada keringat, sebab unsur amonia yang berbau tajam dan
pesing terdapat pada urea yang dihasilkan dari metabolisme protein. Bau
badan seperti ini banyak dialami oleh anak-anak kurang gizi, para atlet dan
binaraga yang mengonsumsi banyak protein untuk membentuk massa otot.
d.
Bau aseton atau manis seperti buah-buahan. Pengidap diabetes biasanya bau keringat mirip apel, karena ia
mengonsumsi insulin.
e.
Bau lansia. Kulit yang tidak sehat bisa menyebabkan bau
badan mirip orang lanjut usia. Bau ini menunjukkan adanya peningkatan kadar
asam palmitat di keringat yang dipicu oleh populasi bakteri yang
meningkat pada lansia maupun orang dengan kulit tidak sehat. [99]
31.
Pada organ wudhu
terdapat 493 titik akufuntur. Pada wajah 84, tangan 95, kepala 64, kaki 125 (plus telinga 125), surat al-Maidah ayat 6,
"Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki”.
Leopold
Werner von Ehrenfels, Seorang psikiater dan sekaligus Profesor di bidang
neurology berkebangsaan Austria menemukan bahwa pusat-pusat syaraf yang paling
peka dari tubuh manusia ternyata berada di sebelah dahi, tangan, dan kaki.
Pusat-pusat syaraf tersebut sangat sensitif terhadap air segar. Dengan
senantiasa membasuh air segar pada pusat-pusat syaraf tersebut, maka berarti
orang akan memelihara kesehatan dan keselarasan pusat sarafnya. Pada akhirnya
Leopold memeluk agama Islam dan mengganti nama menjadi Baron Omar Rolf
Ehrenfels.
Mokhtar
Salem dalam bukunya Prayers a Sport for the Body and Soul menjelaskan,
wudhu bisa mencegah kanker kulit. Bahan-bahan kimia yang setiap hari menempel
dan terserap oleh kulit, apabila dibersihkan dengan air (terutama saat wudhu),
bahan kimia itu akan larut. Selain itu, wudhu juga menyebabkan seseorang
menjadi tampak lebih muda. Ahli syaraf/neurologist pun telah membuktikan dengan
air wudhu yang mendinginkan ujung-ujung syaraf jari-jari tangan dan jari-jari
kaki berguna untuk memantapkan konsentrasi pikiran. [100]
32.
Hubungan antara orang yang berilmu, Al-Qur’ân dan Sujud, surat
al-Isra ayat 107.
“Sesungguhnya orang-orang yang diberi
pengetahuan sebelumnya apabila Al-Qur’ân dibacakan kepada mereka,
mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud’.
Fidelma
O’Leary, Professor di bidang neurologi dari St. Edward’s University, Amerika Serikat mendapat hidayah saat melakukan
penelitian terhadap saraf otak manusia. Ia menemukan beberapa urat saraf di
dalam otak manusia yang tidak dimasuki darah, ternyata darah akan memasuki urat
saraf di dalam otak manusia secara sempurna jika melakukan sujud. Artinya, ketika
manusia menunaikan ibadah shalat, otak akan mendapatkan suplai darah yang cukup
untuk berfungsi secara normal.
Teori ini diperkuat Hembing (Profesor Herbal), yang
berpendapat bahwa jantung, hanya mampu memasok 20% darah ke otak manusia. Untuk
mencukupi kebutuhan darah ke otak, maka manusia membutuhkan rutinitas sujud.
Penemuan
ilmiah di atas sekaligus menguak rahasia mengapa Rasulullah menyuruh kita
bersujud Sahwi ketika ragu atau ada yang lupa dalam shalat (Hadits Riwayat
Bukhari-Muslim) [101].
Dengan bersujud maka seolah-olah kita “mengocok” darah dan memberi nutrisi ke
dalam otak sehingga pikiran menjadi fokus dan ingatan kembali fresh.
Muhammad Dhiyaa’uddin
Hamid (Prof.)
mengatakan bahwa sujud adalah ‘aktivitas grounding’, yakni
menetralisir radiasi listrik yang diserap tubuh dari perangkat listrik
(elektronik) di sekitar kita. radiasi itu akan sangat membahayakan organ tubuh,
terutama otak, bila tidak dinetralisir secara rutin.
Menurut penelitian H.A.
Saboe, Profesor berbangsaan German, sujud juga berguna untuk membentuk dan
memperbanyak kelenjar susu pada payudara wanita hamil, sehingga produksi ASI
akan bertambah banyak dan lancar.
Sujud
yang teratur sangat membantu untuk memperbaiki posisi bayi yang sungsang (mal
presentasi). Dimana menurut Karno Suprapto, dokter dari RS Pondok Indah,
Jakarta Selatan, "Kemungkinannya kembali ke posisi normal, berkisar
sekitar 92%. Dan posisi bersujud ini tidak berbahaya karena secara alamiah
memberi ruangan pada bayi untuk berputar kembali ke posisi normal." Itu
sebabnya kini, banyak rumah sakit bersalin yang menganjurkan terapi sujud,
bagi para wanita hamil. [102]
Maka dapat ditarik
kesimpulan, Al-Qur’ân mengisyaratkan bahwa orang pintar (berilmu) jika
dibacakan kepadanya Al-Qur’ân atau jika nilai-nilai Al-Qur’ân sudah ada dalam
dirinya, ia pasti akan memperbanyak sujud karena dengan sujud bisa menyehatkan otak
dan badan secara keseluruhan, dan dengan otak yang sehat maka ia bisa menggunakan
akalnya secara optimal (sesuai teori Mens sana in corpore sano) sehingga ia dapat mempertahankan dan
bahkan meingkatkan kepintarannya.
Walaupun penemuan-penemuan ilmiah yang disebutkan di atas telah
dibuktikan melalui kajian, penelitian dan eksperimen ahli-ahli di bidangnya.
Namun tetap saja ada kelompok orientalis yang meragukan Al-Qur’ân sebagai
sumber ilmu atau pun sebagai wahyu tuhan. Mereka berasumsi bahwa sebagian
ilmu-ilmu tersebut telah lebih dahulu ditemukan oleh ilmuwan dan filosof Yunani
kuno pada zaman Hellenisme (zaman keemasannya) sebelum diturunkannya Al-Qur’ân atau sebelum
lahirnya Muhammad SAW. Seperti Thales
(640-545 SM, penemu teori zat utama dasar segala materi adalah air), Phitagoras
(572-500 SM, ahli ilmu ukur dan aritmatik), Hippocrates (abad 5 SM, penemu
teori sperma dihasilkan dari semua cairan dalam tubuh, disebarkan dari otak
melalui sumsum tulang belakang kemudian melalui ginjal hingga testikel dan
organ pria), Socrates (470-399 SM), Democritus (460-370 SM,
penemu konsep atom), Parmanides (450
SM), Heraclitos,
Gorgias
(427 SM), Plato (427 SM- 347SM, murid
Socrates dan guru dari Aristoteles), Aristoteles (384-322
SM,
bapak ilmu pengetahuan dengan teori manusia berkembang dari gumpalan darah), Galen dari Pergamus (129–216 M, mengungkap teori tulang
diliputi daging). Terlebih lagi melihat kenyataan bahwa Manuskrip-manuskrip
Yunani dikoleksi dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab sekitar tahun 850 M
oleh “penjajah” muslim yang diantaranya
adalah Hunayn ibn Ishaq, dengan kata lain Al-Qur’ân “mencontek” ilmu-ilmu Yunani. [103]
Sikap para orientalis terhadap Al-Qur’an
tersebut bisa difahami karena mereka menerapkan kebiasaan ilmiah yang bertolak
belakang dari “keraguan” dan “menyangsikan” sesuatu untuk menemukan “kebenaran”
ilmiah. Mereka menyetarakannya dengan proses kreatif Shakespeare sehingga
menganggap Muhammad sendiri lah yang “membuat” Al-Qur’an.[104]
Sesungguhnya mereka lupa atau tidak tahu bahwa petunjuk dan ilmu-ilmu Allah
tidak hanya turun ketika Muhammad SAW lahir, melainkan ia pun turun kepada nabi-nabi
terdahulu --yang mereka sangka bukan nabi-nabinya umat Islam--. Bahkan
Al-Qur’an yang qadim sudah sejak dulu ada tersimpan di Lauh Mahfûdh [105]
jauh sebelum manusia dan alam
semesta ini diciptakan.
Semua penjelasan
ayat-ayat di atas lebih mempertegas apa yang dikatakan Rachmat Syafe’i bahwa Al-Qur’ân
mengandung berbagai ilmu dan pengetahuan yang dapat memberi manusia petunjuk
kepada kebenaran, dan hal seperti ini amatlah sulit kemungkinannya dihasilkan
oleh seorang Muhammad SAW. yang ummi bahkan untuk kaum cerdik, sastrawan
dan filosof sekalipun. [106]
Sejatinya
masih banyak ayat Al-Qur’ân yang
mengandung isyarat-isyarat ilmiah, mungkin sejalan dengan keterbatasan otak
manusia, perkembangan ilmu dan teknologi yang ada pada saat ini belum bisa
mengungkap semuanya. Seperti
isyarat ilmiah yang ditunjukan pada surat ath-Thalaq ayat 12,
Bisakah
ayat ini ditafsirkan bahwa Allah menciptakan tujuh bumi? Atau apakah ada planet
yang persis sama seperti bumi?.
Dan
pada surat asy-Syûra ayat 29
Apakah
yang dimaksud “makhluk-makhluk yang melata yang Allah sebarkan diantara langit
dan bumi”?.
Tentu
saja isyarat-isyarat ilmiah seperti ini menjadi tantangan bagi kita supaya lebih
keras berpikir untuk mengungkap ilmu-ilmu dari Allah SWT yang terpendam dalam Al-Qur’ân.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Masyarakat arab jaman dahulu, mereka sangat maju dan
bangga dalam soal bahasa dan hasil sastra, maka Al-Qur’ân cocok turun untuk mengatasinya. Namun pada
saat ini manusia lebih tertarik kepada hal-hal yang bersifat fragmatis; yakni
hal-hal yang memberi manfaat dan kesejahteraan lahir saja. [107]
Pada saat ini masih banyak orang yang menganggap bahwa
Al-Qur’ân tidak valid, ketinggalan jaman, dan tidak bisa menjawab tantangan
jaman. Banyak juga yang memisahkan antara ilmu dan agama.
Padahal tanpa disadari, apa yang mereka temukan dan apa
yang mereka pikirkan sudah ada di dalam Al-Qur’ân, jauh lebih dari 1400 tahun
yang lalu. Di dalam Al-Qur’ân memuat peristiwa yang terjadi masa lalu yang
belum di ketahui oleh siapapun, kemudian menceritakan masa itu, dan
menceritakan masa depan. Jadi jelas bahwa Al-Qur’ân itu benar-benar sempurna.
Penuh hikmah dan sarat dengan keilmuan kapanpun dan dimanapun.
Perlu
diketahui bersama bahwa Allah memberikan pengetahuan kepada orang yang
bersungguh-sungguh menunjukkan kemampuannya dan kesiapannya dalam bidang ilmu
pengetahuan. Kalau seseorang ingin menjadi orang yang berilmu, maka harus
memahami Al-Qur’ân. Karena sesungguhnya segala ilmu yang ada di dunia ini dari
jaman dahulu sampai sekarang berasal dari Allah Yang Maha Mengetahui yang
dituang di dalam Al-Qur’ân.
Seiring dengan diturunkannya Al-Qur’ân pada 14 abad yang
lalu, lahirnya berbagai aliran
pemikiran seperti aliran kalam, filsafat,
madzhab, tasawwuf, politik, dan sekte kegamaan dalam Islam, itu semua berawal
dari penafsiran terhadap Al-Qur’ân. Meskipun menghasilkan corak dan
kecenderungan yang berbeda, semua aliran dan sekte tersebut sama-sama
mendasarkan argumentasi dan mencari legitimasi pendapat mereka dari Al-Qur’ân,
bahkan terkadang dari ayat yang sama.
Terlepas dari pro dan kontra, kehadiran tafsir ilmi
mau tidak mau sudah menjadi suatu kebutuhan dalam rangka upaya meng-kontekstualisasi ajarannya agar tetap relevan
di setiap zaman dan tempat. Dengan begitu, tugas terberat seorang mufasir
dari dahulu sampai sekarang adalah mencari titik temu dan relevansi antara teks
Al-Qur’ân dengan konteksnya. Lahirnya kajian tafsir ilmi ini, bukanlah lahir
dari ruang yang hampa. Munculnya tafsir ilmi dalam khazanah inteleklual Islam
merupakan respons supaya ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’ân tetap relevan
dengan perkembangan zaman. Selain itu, tafsir ilmi juga berupaya memperbaiki
pengetahuan seseorang yang telah ada dan membuka tabir makna ayat-ayat Al-Qur’ân
tertentu yang belum mampu dipahami oleh umat sebelumnya secara baik.
Yang perlu dicermati dari
tafsir ilmi adalah kapabilitas mufasir, penafsiran dan teori ilmiahnya itu
sendiri. Seorang mufassir harus “beradab”, menguasai ilmu-ilmu tafsir dan mengenal
perkembangan ilmiah terkini, Penafsirannya harus mengikuti kaidah-kaidah dan
batas-batas penafsiran rasional
yang tidak bertentangan dengan syari’at, dan teori-teori ilmiah
yang dibahasnya sudah benar-benar mapan berdasarkan eksperimen atau pembuktian dari
sumber-sumber yang kompeten di bidangnya.
Semua
ayat-ayat yang disebutkan pada bab II.3 makalah ini memang tidak bisa dikatakan
sebagai sekumpulan ilmu-ilmu, karena –--seperti yang telah penulis uraikan
sebelumnya--- Al-Qur’ân lebih tepat disebut sebagai sumber ilmu, yang menjadi cikal
bakal ilmu-ilmu yang ada pada saat ini. Tentu saja akal manusia sangat
berperan penting dalam penafsiran
isyarat-isyarat ilmiah tersebut.
III.2
DAFTAR PUSTAKA
III.2.1 Rujukan Litelatur
§ Abdul Majid Abdussalam al-Muhtasib,
Visi dan
Paradigma, Tafsir Al-Qur’ân Kontemporer, Bangil Jatim: Al Izzah, 1997.
§
Abdul
Mustaqim, Aliran-aliran Tafsir, .Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.
§ Ahmad
Izzan, Ulumul Quran, Bandung:Tafakur, 2013
§ A. Hassan, Terjemah Bulughul Maraam,
Bangil: CV. Pustaka Tamaam, 1991.
§ DigitalQur’ân Versi 3, Software.
§ Fazlur
Rahman, Tema Pokok Al-Qur’ân, Bandung:Pustaka,1983, cet. Ke-1.
§ Howard
R. Turner, Sains Islam yang Mengagumkan: Sebuah Catatan terhadap Abad
Pertengahan, Terj. Zulfahmi Andri, Bandung: Nuansa, 2004, cet. Ke-1.
§ M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Al-Qur’ân/Tafsir, Jakarta:Bulan Bintang,1992, Cet. Ke-14.
§ M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’ân,
Bandung: Mizan,1993.
§ M.
Quraish
Shihab, Mukjizat Al-Qur’ân, Bandung: Mizan, 1996.
§ M.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’ân,
Jakarta:Lentera Hati, 2002, Edisi Baru, cet. ke-1.
§ Mahdi
Ghulsani, Filsafat Sains Menurut Al-Qur’ân,
Bandung:Mizan, 1994, hal. 137
§
Mannâ’ Khalil al
Qattân, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’ân, Terjemahan Mudzakir AS,
Bogor:Pustaka Litera AntarNusa, cet ke-10, 2007.
§
Maurice Bucaille, Bibel,
Qur'an dan Sains Modern, Terjemahan HM. Rosyidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
§ Muhammad Husain adz-Dzahaby, At-Tafsir
wa al-Mufassirun li adz-Dzahaby, Software Maktabah Syamilah.
§ Muhammad
Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : ringkasan tafsir ibn katsir, Penerjemah
Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, jilid 4, cet. Ke-1.
§ Muhammad
Nor Ichwan, Memasuki Dunia Al-Qur’ân, Semarang: Lubuk Raya, 2001.
§ Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005.
§ Rachmat Syafe’i, Pengantar
Ilmu Tafsir, Bandung: Pustaka Setia,2012, Cet. Ke-1.
§ Rosihon
Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung:CV Pustaka Setia,2005, cet. Ke-III
§ Syekh
Muhammad Ali ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis, Semarang: Pustaka
Amani, 2001, hal. 209
§ Qur’ânWord
Versi 1.2.0, Software Created by Muhamad Taufik
III.2.2 Rujukan Web Site
§ Ahmad Efendy, Tafsir
Ilmi Saintifik, http://ahmadefendy.blogspot.com/2010/08/tafsir-ilmi-saintifik.html , 17-09-2013, 15:00
§ Arrahmah.com, Subhanallah, ayat suci dalam kromosom manusia, http://www.arrahmah.com/news/2013/02/17/
subhanallah-ayat-suci-dalam-kromosom-manusia.htmlRoni
Afriza.Blogspot.com, Ilmuan Peneliti
Wudhu Masuk Islam, http://roniafriza.blogspot.com/2012/12/ilmuan-peneliti-wudhu-masuk-islam.html, 8-11-2013 12:12
§ BanyuBeningku.Blogspot.com, Nuansa Saintis
dalam Al-Qur’ân, http://banyubeningku.blogspot.com/2010/12/nuansa-saintis-dalam-Al-Qur’ân.html, 9-11-2013, 23:55
§ IslamPos.com,
Ini Tidak
Mungkin! Muhammad Pasti Menggunakan Mikroskop, http://www.islampos.com/ini-tidak-mungkin-muhammad-pasti-menggunakan-mikroskop-20436/, 7-11-2013, 21:48
§ Islampos.com,
Maurice Bucaile memutuskan untuk masuk Islam Setelah Meneliti Mumi Fir’aun,
http://www.islampos.com/maurice-bucaille-memutuskan-untuk-masuk-islam-setelah-meneliti-mumi-firaun-27248/, 31 Oktober 2013, 11:50
§ IslamPos.com,
Revolusi Janin dalam Tiga Kegelapan, http://www.islampos.com/revolusi-janin-dalam-tiga-kegelapan-77389/, 7-11-2013,
21:21
§ Iwanblog.wordpress.com,
Tumbuhan pun Bertasbih Kepada Allah, http://iwanblog.wordpress.com/2013/04/11/tumbuhanpun-bertasbih-kepada-allah/,
14-11-2013, 22:40
§ Kontan.co.id,
Mendeteksi Kesehatan Lewat Aroma Tubuh, http://lifestyle.kontan.co.id/news/mendeteksi-kesehatan-lewat-aroma-tubuh,
9-11-2013, 15:45
§ KristenPenghujat.BlogSpot.com,
Prof. Dr Tagatat Tejasen Ahli anatomi Masuk islam setelah meniliti Kebenaran
ayat alqur'an, http://kristenpenghujat.blogspot.com/2012/03/prof-dr-tagatat-tejasen-ahli-anatomi.html, 8-11-2013
13:20
§ Lampu
islam.blogspot.com, fakta ilmiah dalam al-quran bagian
kedua, http://www.lampuislam. blogspot.com/2013/03/
fakta-ilmiah-dalam-al-quran-bagian-kedua.html,
25-9-2013, 15:55
§ M. Mansur Fauzi, Tafsir
Ilmy, http://mohmansurfauzi.blogspot.com/2012/04/tafsir-ilmy.html 24-11-2013 : 20:30
§ M. Quraish Shihab, Penafsiran Ilmiah Al-Qur’ân , http://arveniusdollargratis.blogspot.com/2009/09/quraish-shihab-penafsiran-ilmiah-al.html , 24 Oktober 2013,
10:12
§
M.
Quraish Shihab. Kebenaran ilmiah Al-Qur’ân, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Ilmiah. html, 25
september 2013, 10:39
§ NurulInayah.com,
Mengaktifkan Alam Bawah Sadar, http://www.nurulinayah.com/2012/12/mengaktifkan-alam-bawah-sadar.html,
9-11-2013, 16:01
§ Republika.co.id, Subhanallah, Inilah Mukjizat
Alquran tentang Pergerakan Gunung, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/25/m1fm9z-subhanallah-inilah-mukjizat-alquran-tentang-pergerakan-gunung,27-11-2013,
11:15
§
Rusiadi, Konsep-konsep Tafsir Tahlili, Rusiadi.blogspot.com/jumat/15januari2010/konsep-konsep
tafsir tahlili, 17-09-2013, 15.25
§ Shvoong.com,
Keajaiban Sujud bagi kesehatan, http://id.shvoong.com/medicine-and-health/alternative-medicine/2218025-keajaiban-sujud-bagi-kesehatan/#ixzz1fExSnBVA,
8-11-2013, 12:15
§ TirtaAmijaya.com,
Manajemen Fikiran Manusia, http://tirtaamijaya.com/2009/06/02/manajemen-fikiran-manusia-serial-great-life-edisi-1/,
9-11-2013, 15:58
§ Unikgaul.com,
5 Ilmuwan yang Masuk Islam setelah Riset Ilmiah, http://www.unikgaul.com/2013/01/5-ilmuwan-yang-masuk-islam-setelah.html. 31
Oktober
§ Yahoo.com, Para Ilmuwan Yang Jadi Mualaf Setelah Lakukan Riset
Ilmiah....begitu indahnya islam untuk orang yang berfikir? http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20130510003306AAHSy3e,
13-11-2013, 15:02
§ Ziadah.wordpress.com
, Al-Qur’an Induk dari Iptek, http://ziadah.wordpress.com/hikmah-al-quran/al-quran-induk-dari-iptek/,
27-11-2013, 13:49
[2] Q.S. al-Kahfi ayat 109, Luqman ayat 27, Isro’ ayat 85
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, kesan
dan keserasian Al-Qur’an, Jakarta:Lentera Hati, Edisi Baru, cet-ke-1, hal.
X (Kata Pengantar)
[4] Mahdi Ghulsani, Filsafat Sains Menurut al-Qur’an, Bandung:Mizan, 1994, hal. 137
[5] Howard R. Turner, Sains Islam yang Mengagumkan:
Sebuah Catatan terhadap Abad Pertengahan, Terj. Zulfahmi Andri, Bandung:
Nuansa, 2004, cet. Ke-1, hal.38
[6] Ibid. hal. 37
[7] Ibid. hal. 41
[12]
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta:Bulan Bintang,1992, Cet. Ke-14, hal. 178
[13]
M. Quraish Shihab. Kebenaran ilmiah
al-Qur’an, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Ilmiah. html, 25 september
2013, 10:39
[14]
Ahmad Efendy, http://ahmadefendy.blogspot.com/2010/08/tafsir-ilmi-saintifik.html , 17-09-2013, 15.00
[15] Muhammad Husain adz-Dzahaby, At-Tafsir wa al-Mufassirun li adz-Dzahaby , Maktabah Syamilah, Lampiran 4, Hlm
308.
[17] Rusiadi, Konsep-konsep tafsir tahlili ,
Rusiadi.blogspot.com/jumat/15januari2010/konsep-konsep tafsir tahlili, 17-09-2013, 15.25
[19] Abdul Majid Abdussalam
al-Muhtasib.Visi dan Paradigma, Tafsir al-Qur’an Kontemporer, Bangil Jatim: Al Izzah, 1997, Hlm. 258
[21] Ahmad Izzan, Ulumul Quran, Bandung:Tafakur,
2013, hal. 175
[22]
BanyuBeningku.Blogspot.com, Nuansa Saintis dalam Al-Qur’an, http://banyubeningku.blogspot.com/2010/12/nuansa-saintis-dalam-Al-Qur’ân.html,
9-11-2013, 23:55
[23]
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir, Bandung:CV Pustaka Setia,2005, cet. Ke-III,
hal. 172 (poin 1 s/d 3)
[24]
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Pengantar Studi Islam, Yogyakarta:
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005, hal. 16 (poin 4 dan 5)
[25]
M. Mansur Fauzi, Tafsir Ilmy, http://mohmansurfauzi.blogspot.com/2012/04/tafsir-ilmy.html 24-11-2013 : 20:30
[26]
BanyuBeningku.Blogspot.com, Ibid. (poin 6 s/d 11)
[28]
BanyuBeningku.Blogspot.com, Op. Cit.
[29] Ibid.
[30]
Rosihon Anwar, ibid, hal. 172
[32] Mannâ’ Khalil al Qattan, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’ân;
diterjemahkan oleh Mudzakir AS, Bogor:Pustaka Litera AntarNusa, cet ke-10,
2007, hal. 386
[33] Ibid, hal. 389
[34] Ibid, hal. 386
[36] Maurice Bucaille, Bibel, Qur'an dan Sains Modern, Terjemahan HM. Rosyidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, Hlm 251.
[38] Islampos.com, http://www.islampos.com/maurice-bucaille-memutuskan-untuk-masuk-islam-setelah-meneliti-mumi-firaun-27248/, 31 Oktober 2013,
11:50
[39] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir,
Jakarta:Bulan Bintang,1992, Cet. Ke-14, hal. 98
[40] Ibid, hal. 193.
[45] Semua Teks dan terjemahan al-Qur’an dalam makalah ini
dari Software Qur’anWord Versi 1.2.0 Created by Muhamad Taufik yang tersedia
dalam Microsoft Word.
[48] Ibid. hal. 228
[49] M.
Quraish Shihab. Kebenaran ilmiah al-Qur’an, http://media.isnet.org/islam/Quraish/Membumi/Ilmiah. html, 25 september
2013, 10:39
[64] Ibid.
[66] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 204-208
[67]
Unikgaul.com, ibid.
[68]
Ziadah.wordpress.com
, Al-Qur’an Induk dari Iptek, http://ziadah.wordpress.com/hikmah-al-quran/al-quran-induk-dari-iptek/, 27-11-13:49
[69]
Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah : ringkasan tafsir ibn
katsir,Penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, jilid 4,
cet. Ke-1, hal. 763
[71]
Lampu
islam.blogspot.com, fakta ilmiah dalam al-quran
bagian kedua, http://www.lampuislam.
blogspot.com/2013/03/ fakta-ilmiah-dalam-al-quran-bagian-kedua.html, 25-9-2013, 15:55
[72]
Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 204-208
[73].Republika.co.id,
Subhanallah, Inilah Mukjizat Alquran tentang Pergerakan Gunung, http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/03/25/m1fm9z-subhanallah-inilah-mukjizat-alquran-tentang-pergerakan-gunung, 27-11-2013,
11:15
[74]
Lampu
islam.blogspot.com, fakta ilmiah dalam al-quran
bagian kedua, http://www.lampuislam.
blogspot.com/2013/03/ fakta-ilmiah-dalam-al-quran-bagian-kedua.html, 25-9-2013, 15:55
[76]
Unikgaul.com, 5 Ilmuwan yang Masuk Islam setelah Riset Ilmiah, http://www.unikgaul.com/2013/01/5-ilmuwan-yang-masuk-islam-setelah.html.
31 Oktober 2013,
11:39
[78]
Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 204-208
[79]
BanyuBeningku.Blogspot.com, Loc .Cit.
[80] Iwanblog.wordpress.com, Tumbuhan
pun Bertasbih Kepada Allah, http://iwanblog.wordpress.com/2013/04/11/tumbuhanpun-bertasbih-kepada-allah/, 14-11-2013, 22:40
[81] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 204-208
[82]
Arrahmah.com, Subhanallah, ayat
suci dalam kromosom manusia, http://www.arrahmah.com/news/2013/02/17/
subhanallah-ayat-suci-dalam-kromosom-manusia.html,
7-11-2013, 21:21
[85]
BanyuBeningku.Blogspot.com, Loc .Cit.
[86]
IslamPos.com, Ini Tidak Mungkin! Muhammad Pasti Menggunakan Mikroskop, http://www.islampos.com/ini-tidak-mungkin-muhammad-pasti-menggunakan-mikroskop-20436/,
7-11-2013, 21:48
[87] IslamPos.com, http://www.islampos.com/revolusi-janin-dalam-tiga-kegelapan-77389/Ahad
3 Zulkaedah 1434 / 8 September 2013 11:02
[88] Rachmat Syafe’I, Perkuliahan Ilmu Tafsir Pasca Sarjana
semester 1, 2013.
[90] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 206
[91] NurulInayah.com, Mengaktifkan Alam Bawah Sadar,
http://www.nurulinayah.com/2012/12/mengaktifkan-alam-bawah-sadar.html, 9-11-2013, 16:01
[92] TirtaAmijaya.com, Manajemen Fikiran Manusia, http://tirtaamijaya.com/2009/06/02/manajemen-fikiran-manusia-serial-great-life-edisi-1/, 9-11-2013, 15:58
[93] M. Mansur Fauzi, Loc.Cit.
[94] KristenPenghujat.BlogSpot.com, Prof.
Dr Tagatat Tejasen Ahli anatomi Masuk islam setelah meniliti Kebenaran ayat
alqur'an, http://kristenpenghujat.blogspot.com/2012/03/prof-dr-tagatat-tejasen-ahli-anatomi.html, 8-11-2013 13:20
[95] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 206
[96] Muhammad Nasib ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah :
ringkasan tafsir ibn katsir,Penerjemah Syihabuddin, Jakarta: Gema Insani
Press, 2000, jilid 4, cet. Ke-1, hal. 866
[97] Syekh Muhammad Ali ash-Shabuni, Ikhtisar Ulumul
Qur’an Praktis, Semarang:Peustaka Amani, 2001, hal. 209
[98] Rosihon Anwar, Loc. Cit. hal. 206
[99]
Kontan.co.id, Mendeteksi Kesehatan Lewat Aroma Tubuh, http://lifestyle.kontan.co.id/news/mendeteksi-kesehatan-lewat-aroma-tubuh,
9-11-2013, 15:45
[100] Roni Afriza.Blogspot.com, Ilmuan
Peneliti Wudhu Masuk Islam,
http://roniafriza.blogspot.com/2012/12/ilmuan-peneliti-wudhu-masuk-islam.html,
8-11-2013 12:12
[102] Shvoong.com, Keajaiban Sujud bagi kesehatan, http://id.shvoong.com/medicine-and-health/alternative-medicine/2218025-keajaiban-sujud-bagi-kesehatan/#ixzz1fExSnBVA, 8-11-2013, 12:15
[103] Yahoo.com, http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20130510003306AAHSy3e, 13-11-2013, 15:02
[105]
QS. Al-Burûj ayat 20-21
inspiratif. maturnuwun
BalasHapusTidak ada bantahan yang memuaskan mengenai yunus ayat 5 dan aristoteles ckckck..
BalasHapus